"Dalam beberapa tahun terakhir, penularan HIV di Banda Aceh terjadi lebih banyak melalui perilaku penyimpangan seksual oleh kelompok LGBT." Ini pernyataan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Banda Aceh, Aceh, Lukman, dalam berita "Kasus HIV/AIDS di Banda Aceh Meningkat Tajam" (rri.co.id, 26/2/2025).
Ada beberapa hal yang tidak objektif dan akurat dalam pernyataan di atas, yaitu:
Pertama, penyimpangan seksual adalah bahasa moral karena dalam konteks seksualias tidak ada penyimpangan.
Jika objektif terkait dengan penyimpangan seksual, maka suami atau istri yang berzina juga termasuk sebagai penyimpangan seksual karena mereka melawan norma dan hukum.
Kedua, seks pada lesbian dalam LGBT bukan faktor risiko penularan (mode of transmission) karena tidak ada seks penetrasi. Maka, amat gegabah menyebut L (lesbian) sebagai faktor penularan HIV/AIDS karena hal itu misleading (menyesatkan) dan termasuk hoaks (informasi bohong) yang melawan hukum yaitu UU ITE.
Ketiga, secara empiris kasus HIV/AIDS pada gay ada di terminal terakhir epidemi karena mereka tidak mempunyai istri (Lihat matriks).
Adapun belakangan ini media mengutip pernyatan dari dinas-dinas kesehatan, KPA dan aktivis yang menyebut LSL terkait dengan kasus HIV/AIDS hal itu tidak akurat karena ternyata LSL yang mereka sebut itu mempunyai istri.
Maka, mereka yang disebut LSL itu adalah laki-laki heteroseksual dengan perilaku LSL. Mereka bukan sebagai homoseksual dalam hal ini gay, tapi hanya perilakunya yang homoseksual yaitu melakukan seks anal.
Disebutkan: .... terutama dengan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga perilaku seksual yang sehat.