Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Penanggulangan HIV/AIDS di Riau Tidak Bisa Andalkan Perilaku Hidup Sehat

3 Agustus 2022   20:13 Diperbarui: 3 Agustus 2022   20:20 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: aajtak.in)

Jumlah kasus yang dilaporkan (7.709) tidak menggambarkan kasus HIV/AIDS yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar).

Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Itu artinya ada 3.887 warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi. Mereka ini jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di Riau. Jumlah warga yang menyebarkan akan bertambah dengan infeksi baru yang terjadi melalui empat perilaku berisiko di atas.

Maka, yang diperlukan selain sosialisasi dan edukasi adalah program yang konkret untuk mendeteksi kasus HIV/AIDS yang ada di masyarakat. Program didukung dengan payung hukum yaitu peraturan daerah (Perda) yang tidak melawan hukum dan tidak pula melanggar hak asasi manusia (HAM).

Disebutkan oleh Wagub: Yang sudah diobati atau minum obat sebanyak 2.930 orang. Artinya masih banyak pasien yang positif HIV/AIDS belum sepenuhnya memiliki kesadaran meminum obat HIV."

Ada fakta yang tidak dipahami secara jernih oleh Wagub terkait dengan Odha yang tidak meminum obat antriretroviral (ARV) yaitu keterbatasan akses ke tempat mengambil olat ARV karena tidak semua fasilitas kesehatan (Faskes) menyediakan obat ARV. Ada kalanya hanya di RS ibu kota kabupaten sehingga memerlukan biaya yang besar bagi Odha yang jauh dari RS.

Di tahun 1990-an Riau memulangkan PSK yang terdeteksi HIV/AIDS ke daerah asalnya. Tapi, pemerintah Riau lupa bahwa bisa jadi yang menularkan HIV/AIDS ke PSK tersebut adalah laki-laki warga Riau. Dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami sehingga ada risiko menularkan HIV ke istrinya yang kelak bermuara pada bayi yang dilahirkan istrinya dengan HIV/AIDS.

Selain itu sudah berapa banyak laki-laki warga Riau yang tertular HIV/AIDS dari PSK yang dipulangkan tersebut. Perlu diingat jika hasil tes HIV, sesuai standar prosedur operasi tes HIV yang baku, seseorang positif, maka minimal dia sudah tertular tiga bulan. 

Itu artinya seorang PSK yang terdeteksi HIV-positif sudah melayani laki-laki sebanyak 225 (1 PSK x 25 hari x 3 bulan x 3 laki-laki per malam) yang bisa saja sebagian besar warga Riau. Laki-laki ini berisiko tinggi tertular HIV/AIDS jika tidak memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK.

Matriks. Risiko ibu rumah tangga tertular HIV/AIDS dibanding PSK. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks. Risiko ibu rumah tangga tertular HIV/AIDS dibanding PSK. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun