Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Digitalisasi BPJS Kesehatan Dukung Program Paperless Selamatkan Hutan

21 Mei 2021   20:37 Diperbarui: 24 Mei 2021   20:22 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrsi (Sumber: jamkesnews.com)

"Bapak langsung saja balik ke Poli Jantung." Itulah yang dikatakan oleh seorang petugas Bagian Rontgen di salah satu rumah sakit rujukan di Jakarta Timur, ketika ditanya apakah foto hasil rontgen bisa ditunggu.

Tentu saja hal itu mengangetkan karena selama ini hasil rontgen ditunggu atau diambil sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Hasil rontgen dalam bentuk negatif film bisa selebar koran dengan amplop yang besar pula.

Dari tempat rontgen balik ke Poli Jantung terus memikirkan bagaimana bisa hasil rontgen sudah ada di dokter di Poli Jantung dari Bagian Rontgen. Soalnya, petugas di tempat rontgen bilang, "Hasilnya langsung dikirim ke dokternya (maksudnya dokter yang memberi pengantar)."

Benar saja. Ketika dipanggil lagi ke dokter foto rontgen dada sudah ada di layar komputer Pak Dokter.

Bukan main. Proses dan prosedur itu benar-benar mengejutkan. Itulah salah satu bentuk hasil program digitalisasi BPJS Kesehatan.

Dari Poli Jantung hanya membawa secarik kertas, selebar KTP, sebagai pengantar ke Bagian Rontgen.

Maka, #DigitalisasiBPJSKesehatan merupakan lompatan besar pelayanan yang mutakhir karena sudah mengurangi pemakaian kertas yang sangat besar. Dengan kata lain digitalisasi merupakan langkah untuk program paperless yang jadi bagian dari upaya menyelamatkan kelestarian hutan karena kertas dibuat dari kayu. Selain itu juga menghemat pengeluaran untuk pembelian kertas.

Ilustrasi (Sumber: bpjs-kesehatan.go.id)
Ilustrasi (Sumber: bpjs-kesehatan.go.id)
Pemakaian kertas pada program BPJS Kesehatan selama ini sangat tinggi. Setiap kali berobat dan mengambil obat ke rumah sakit rujukan harus membawa masing-masing 2 lembar foto copy kartu BPJS Kesehatan, KTP, dan Kartu Keluarga (KK).

Sampai tanggal 1 Oktober 2020, jumlah peserta JKN-KIS sebanyak 223,05 juta jiwa atau sekitar 83% dari penduduk Indonesia 2020 sebanyak 268,58 juta jiwa. Dengan jumlah ini tentulah kebutuhan kertas sangat banyak.

Jika tiap bulan, setelah digitalisasi, satu peserta memakai 1 lembar kertas A4, maka diperlukan 223.050.000 lembar kertas HVS. Satu tahun diperlukan lembar 2.676.600.000 kertas A4 di seluruh Indonesia di Faskes 1. Tentu saja ini memerlukan banyak pohon kayu untuk diproses jadi kertas.

Kalau hitungannya sebelum digitalisasi tentulah jumlah lembar kertas yang diperlukan bisa lima kali lipat. Jumlah lembar kertas kian menggunung jika ada peserta BPJS Kesehatan yang berobat berkali-kali dalam sebulan.

Padahal, dengan kelengkapakan dokumen itu dan surat rujukan dari Faskes I (fasilitas kesehatan tingkat I, seperti Puskesmas atau klinik) belum ada kepastian jadwal berobat di rumah sakit (RS) rujukan. Soalnya, Faskes I hanya merujuk ke RS rujukan yang dipilih pasien. Data RS rujukan tidak ada di Faskes I.

Tapi, sekarang dengan digitalisasi Faskes I sudah bisa mendapatkan kuota berobat bagi pasien di RS rujukan. Pasien boleh-boleh saja meminta atau memilih RS rujukan sesuai dengan keinginan, tapi ketika data pasien di-input ke komputer di Faskes I di layar komputer akan muncul nama-nama RS rujukan yang bisa dipilih.

Memang, ada saja pasien yang ngotot tetap mau dirujuk ke RS rujukan yang mereka pilih, tapi hal itu tidak bisa karena yang ada jaringan dari Faskes I hanya ke RS rujukan yang muncul di layar komputer.

Setelah pasien memilih RS rujukan sesuai dengan daftar yang ada di layar, petugas di Faskes I akan memasukkan data. Print out berupa surat rujukan dengan nama RS rujukan dan jadwal pendaftaran. Surat rujukan yang berlaku selama tiga bulan.

Jika sebelum digitalisasi harus membawa dokumen, tapi setelah digitalisasi pasien hanya membawa surat rujukan dari Faskes I dan Kartu Berobat di RS rujukan. Dengan dokumen ini sudah bisa langsung mendaftar di loket RS Rujukan untuk memperoleh jadwal berobat ke poliklinik (Poli) yang dirujuk Faskes I.

Ilustrasi (Sumber: money.kompas.com)
Ilustrasi (Sumber: money.kompas.com)
Itu artinya digitalisasi memutus rantai proses pendaftaran dan mempercepat alur pendaftaran pasien ke RS rujukan. Sebelum digitalisasi pasien membawa surat rujukan dan dokumen lain, foto copy kartu BPJS Kesehatan, KTP dan KK serta pengantar dari Faskes I ke RS rujukan yang dipilih pasien untuk mendaftar. Pendaftaran berupa penjadwalan untuk menentukan tanggal dan jam berobat ke poli yang dituju.

Tapi, setelah digitalisasi pasien mendaftar di loket pendaftaran di RS rujukan dan akan menerima 4 lembar kertas kira-kira separuh lebar buku tulis yang merupakan SEP (Surat Eligibilitas Peserta) yang jadi 'karcis' ke poli dan apotek.

Jika dokter di Poli RS rujukan memerlukan pemeriksaan di Poli lain, maka dibuat rujukan intern. Petugas administrasi di Poli akan mengatur jadwal berupa hari, tanggal dan jam kunjungan ke Poli yang ditunjuk. Begitu pula jika pasien harus kontrol petugas administrasi di Poli akan mengatur jadwal sesuai dengan permintaan dokter.

Pasien yang dirujuk dari satu Poli ke Poli lain tinggal membawa surat rujukan dari Poli ke loket pendaftaran. Sedangkan sebelum digitalisasi rujukan antar Poli harus dibawa pasien ke Poli yang ditunjuk untuk mengatur jadwal.

Digitalisasi memudahkan dan mempercepat pelayanan di Faskes I dan RS rujukan. Langkah lanjutan yang diharapkan adalah tidak perlu lagi ada surat rujukan dari Faskes I cukup dengan scan barcode atau bentuk lain tanpa harus pakai kertas. Begitu pula dengan SEP tidak perlu lagi pakai kertas.

Itu artinya peserta BPJS Kesehatan tinggal melenggang membawa telepon pintar ke RS rujukan. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun