Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

AIDS di Aceh, Data Kemenkes Berbeda dengan Dinkes Aceh

22 September 2019   11:37 Diperbarui: 22 September 2019   11:46 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: womenshealth.gov)

Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 27 Agustus 2019, menunjukkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Aceh 1.168 yang terdiri atas 642 HIV dn 526 AIDS. Sedangkan dalam berita "Antara" (840 warga Aceh terjangkit HIV AIDS, 10 September 2019) disebutkan: Dinas Kesehatan Provinsi Aceh menemukan 840 warga yang tersebar di sejumlah kabupaten/kota di Aceh terjangkit penyakit HIV AIDS.

Terlepas dari perbedaan jumlah kasus yang jelas deteksi HIV/AIDS di Aceh baru efektif setelah tahun 2004. Sebelum tahun 2004 hanya ada 1 kasus HIV/AIDS. Ini terjadi karena konflik bersenjata di Aceh yang tidak memungkinkan kegiatan survailans tes HIV dan ketika itu fasilitas kesehatan untuk tes HIV juga hanya ada di RS dr Zainoel Abidin (RSZA) Banda Aceh.

Satu hal yang perlu kita kritisi adalah pernyataan Kepala Seksi Pencegahan Penyakit Menular, Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, dr Imam Murahman, ini: "Hasil pemeriksaan yang dilakukan tim medis, sebagian besar penyebab jangkitan penyakit HIV/AIDS di Aceh akibat seks bebas."

Tidak jelas apa yang dimaksud dr Imam sebagai 'seks bebas'.

Dalam konteks epidemi HIV/AIDS hubungan seksual yang berisiko tinggi tertular HI/AIDS adalah:

(1). Laki-laki yang sering melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang berganti-ganti, di dalam nikah, dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, karena ada kemungkinan salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS,

(2). Perempuan yang sering melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yang berganti-ganti, di dalam nikah, dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, karena ada kemungkinan salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS,

(3). Laki-laki yang sering melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang berganti-ganti, di luar nikah, dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, karena ada kemungkinan salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS,

(4). Perempuan yang sering melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yang berganti-ganti, di luar nikah, dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, karena ada kemungkinan salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS,

(5) Laki-laki yang sering melakukan hubungan seksual, tidak memakai kondom, yang dilakukan dengan seseorang yang sering yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK).

Jika yang dimaksud dr Imam sebagai seks bebas adalah poin nomor 5 di atas, maka yang jadi masalah besar adalah banyak orang yang merasa tidak berisiko tertular HIV/AIDS karena mereka tidak melakukan hubungan seksual dengan PSK. Persoalan jadi runyam karena ada PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK tidak langsung.

Dikenal dua tipe PSK, yaitu:

(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.

(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, pemandu lagu, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, mahsiswi, ayam kampus. Ada pula cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, dll.

Orang-orang yang merasa tidak berisiko terjadi karena sejak awal epidemi informasi HIV/AIDS selalu dibumbui dengan moral dan agama sehingga yang ditangkap masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah). Misalntya, mengait-ngaitkan penularan HIV/AIDS dengan lokalisasi pelacuran yang terntu saja terkait pula dengan PSK langsung.

Padahal, sejak penutupan lokalisasi pelacuran setelah era reformasi muncul prakek pelacuran yang melibatkan PSK tidak langsung dengan berbagai modus, seperti melalui perangkat telepon dan media sosial. Beberapa kali polisi mengungkap prostitusi online di Aceh.

(Baca juga: Tertular HIV karena Termakan Mitos "Cewek Bukan PSK"]

Dalam beberapa pelatihan untuk penulisan berita HIV/AIDS yang berempati dengan dukungan, waktu itu, MAP (Medan Aceh Partnership) salah satu Odha (Orang dengan HIV/AIDS) yang bersedia sharing dengan wartawan dan aktivis LSM adalah seorang perempuan waga Aceh yang tertular HIV dari suaminya.

Dalam berita disebutkan Odha di Aceh, al. 20 persen kalangan ibu rumah tangga. Ini yang jadi persoalan besar, tapi luput dari perhatian.

Pertanyaannya adalah: apakah suami ibu-ibu rumah tangga tsb. menjalani tes HIV?

Kalau jawabannya TIDAK, maka suami mereka akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS apalagi istrinya lebih dari satu.

Pertanyaan lain adalah, apakah penularan HIV/AIDS pada warga Aceh hanya terjadi karena poin nomor 5, sebagai 'seks bebas' seperti dikatakan dr Imam?

 Dengan status daerah istimewa dengan syariah Islam tentulah poin nomor 5 tidak akan pernah terjadi di Aceh.Seperti disebutkan dr Iman "sebagian besar penyebab jangkitan penyakit HIV/AIDS di Aceh akibat seks bebas", lalu di mana warga Aceh melakukan (seks bebas) atau poin nomor 5? *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun