Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

MK Amputasi Wewenang Kemendagri Cabut Regulasi Lokal

4 April 2019   14:06 Diperbarui: 4 April 2019   14:36 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: dailytimes.com.pk)

Kementerian Dalam Negeri sudah mendata perda-perda yang 'bermasalah', seperti mendorong eksklusifisme, menyuburkan intoleransi, merendakah martabat perempuan, dll. Ada perda yang sama sekali tidak objektif sehingga semua perempuan yang ada di jalan raya di atas pukul 22.00 dianggap pelacur. Ini 'kan konyol, tapi itulah yang terjadi. Seorang perempuan pekerja di sebuah pabrik di Kota Tangerang, Banten, ditangkap Satpol PP berdasarkan Perda No 8/2005 karena perempuan itu berdiri di halte dan di tasnya ada lipstick. Ketua RT di tempat tinggalnya mengatakan perempuan itu adalah seorang istri. Tapi, Satpol PP tidak menerimanya dan tetap diangkut ke kantor. Ini benar-benar edan. Celakanya, perda ini diadopsi di banyak daerah.

Apakah Kota Tengerang dan daerah-daerah yang mengadopsi perda itu benar-benar besar transaksi seks sebagai bentuk pelacuran? Tentu saja tidak. Bahkan, laporan menunjuikan kasus HIV/AIDS di Provinsi Banten terbanyak kedua terdeteksi di Kota Tangerang. Dari 6.108 kasus HIV/AIDS yang terdeksi sampai Oktober 2018 yang terdeteksi di Kota Tangerang sebanyak 1.206 atau 19,74 persen (jakarta.tribunnews.com, 8/12-2018).

Tentu saja perda-perda itu menghambat laju pembangunan dan investasi serta mendorong intoleransi, stigmatisasi dan diskriminasi. Tapi, karena MK sudah mengebiri kekuatan Kemendagri untuk mencabut perda, maka perda-perda yang bermasalah itu tidak bisa dicabut atau dibatalkan. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun