Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Debat Cawapres: Sentimen Anti-Asing Jadikan Isu TKA Cina Sebagai Amunisi

18 Maret 2019   13:03 Diperbarui: 18 Maret 2019   13:25 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: TKA di Malaysia (Sumber: hrasiamedia.com)

Dengan nada bicara yang datar, bahkan tanpa ekspresi Cawapres Nomor 01 Ma'ruf Amin, menjawab serbuan Cawapres Nomor 02 Sandiaga Uno,

"Tenaga kerja asing di Indonesia terkendali dengan aturan yang ada. Jumlahnya di bawah 0,01 persen. Dan itu adalah paling rendah di seluruh dunia. Itu lihat datanya." Ini terjadi pada debat calon wakil presiden (Cawapres) di Hotel Sultan Jakarta (17/3/2019) yang disiarkan secara langsung oleh beberapa stasiun televisi swasta nasional.

Sejak awal pemerintahan Jokowi/JK kalangan 'oposisi' selalu memakai isu tenaga kerja asing (TKA), khususnya Tiongkok (baca: Cina) untuk menyerang kebijakan Jokowi/JK. Kondisinya kian runyam karena yang ditonjolkan selalu TKA asal Tiongkok. Di Indonesia warga Negara Indonesia keturunan Tiongkok disebut nonpribumi. Bahkan, Bung Karno pernah membuat aturan memulangkan Cina (Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1959). Diikuti pula oleh Presiden Soeharto yang melarang kebudayaan Cina dan wajib mengganti nama dengan nama Indonesia. Padahal, di Indonesia sendiri banyak orang yang memakai nama asing, seperti Eropa dan Arab.

Untunglah ada Presiden Gus Dur (Abdurrahman Wahid) yang memakai akal sehat dengan pijakan yang objektif. Menurut Gus Dur tidak ada beda budaya bangsa lain, seperti Eropa dan Arab, dengan budaya Cina. Gus Dur pun mengakui agama Konghucu dan mencabut larangan barongsai. Gus Dur juga mempertanyakan: Mengapa hanya keturunan Cina yang disebut non pribumi? Jika jujur dan adil maka semua pendatang adalah non pribumi.

Dalam sebuah perjalanan dengan kereta api (KA) dari Sta KA Duri, Jakarta Barat, ke Merak (Banten) dua tahun lalu seorang lelaki yang mengaku purnawirawan salah satu angkatan dengan lantang menyalahkan Jokowi karena membiarkan banyak tenaga kerja Cina di Banten. Ketika penulis tantang dia pergi ke tempat yang dia sebut banyak tenaga kerja Cina diperjakan laki-laki itu mengelak dan memberikan alasan yang tidak masuk akal.

Kebijakan outsourcing diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu alih daya berarti penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan kerja atau penyediaan jasa pekerja/karyawan. Sandiaga juga menyerang Ma'ruf dengan sistem kerja buruh outsourcing. Regulasi tentang buruh outsourcing bukan dibuat oleh pemerintahan Jokowi/JK.

Lagi-lagi data yang tidak akurat dibuat jadi amunisi yang akhirnya berbalik arah.

Dengan lantang Sandiaga melanjutnya serangannya: "Kita melihat banyak sekali saudara-saudara kita belum mendapatkan kesempatan kerja. Tapi di satu sisi yang lain, justru lapangan kerja tersebut diberikan kepada warga negara asing."

Sandiaga lupa kalau 9 juta tenaga kerja Indonesia (TKI), terutama perempuan (tenaga kerja wanita/TKW) menyerbu pasar kerja di Cina, Taipei, Malaysia, Arab Saudi dan beberapa negara lain (ekonomi.kompas.com, 29/4-2018). Jumlah ini merupakan hasil survei Bank Dunia, seperti disampaikan oleh Menaker Hanif Dhakiri.

Di Hong Kong lebih dari 150.000. Di Taiwan sekitar 200.000. di Makau sekitar 20.000. Bandingkan dengan TKA asal Cina yang kerja di Indonesia sebagai TKA per akhir tahun 2017 sebanyak 24.800.

Lagi pula TKA yang bekerja di Indonesia, al. merupakan bagian dari program investasi. Pemodal boleh membawa tenaga kerja sendiri yang diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Seperti dikatakan Kiayi Ma'ruf: "Tenaga kerja asing di Indonesia terkendali dengan aturan yang ada. ...." Maksud Pak Kiayi tentulah Perpres tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun