Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mitigasi Bencana Alam Seperti Alergi, Hindari Penyebabnya Bukan Bikin Kementerian Baru

1 Januari 2019   18:22 Diperbarui: 2 Januari 2019   11:43 982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Permukiman warga di salah satu kawasan pesisir barat Banten yang diterjang tsunami (22/12-2018) ada di zona tumbukan tsunami. Kalau saja permukinan direlokasi ke daerah yang dalam foto tidak terdampak tentulah korban jiwa bisa ditekan, sedangkan di areal zona tumbukan tsunami hanya untuk kegitan ekonomi terbatas, seperti pariwisata dan pendaratan ikan (Foto: Rakhmat Nur Hakim/Kompas.com, 25/12-2018)

Maka, yang perlu dilakukan adalah relokasi sehingga tidak perlu membangun shelter dengan biaya miliaran rupiah yang justru jadi objek bancakan korupsi seperti yang terjadi pada shelter di Pasar Labuan yang mangkrak karena korupsi.

Langkah yang dilakukan terhadap petani di lereng Gunung Sinabung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, permukiman penduduk direlokasi ke tempat aman tapi mereka tetap mengelola lahan pertanian biar pun di areal terdampak bencana letusan gunung.

[Baca juga: Asuransi Kerugian Akibat Bencana Alam]

Disebutkan oleh Dahnil [Dahnil Anzar Simanjuntak, Koordiator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno-pen.] tentang alasan untuk membentuk kementerian khsusus, Prabowo mengatakan hal tersebut agar penanganan bencana di Indonesia bisa lebih fokus dari pemerintahan yang sekarang.

Pada era Otonomi Daerah (Otda) yang paling bertanggung jawab adalah pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah provinsi, kabupaten dan kota yang terdampak bencana. Itulah sebabnya Gus Dur membubarkan Departemen Sosial (Depsos) karena urusan sosial sudah ada di tangan pemerintah daerah secara otonom.

Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla sangat tanggap terhadap bencana alam yang terjadi di berbagai daerah. Tentu saja tidak harus Jokowi atau JK yang langsung turun tangan karena ada kementerian terkait.

Pertanyaannya adalah: Apakah sejak Otda diterapkan pemerintah daerah sigap memberikan tanggap darurat ketika terjadi bencana alam di daerahnya?

Yang diperlukan adalah penguatan tanggap bencana pada daerah-daerah yang berisiko terjadi bencana lama agar lebih tanggap bukan membentuk kementerian baru. Dengan membentuk kementerian baru itu artinya menambah beban keuangan negara yang ujung-ujungnya bisa jadi tambah pinjaman.

Selain itu bagaimana porsi alokasi dana di APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) untuk tanggap bencana, terutama di daerah rawan bencana alam. Daerah juga menerima Dana Alokasi Khusus (DAK) dari APBN. Alokasi dana untuk tanggap bencana di APBD menunjukkan sikap daerah terhadap upaya menanggulangi dampak bencana alam.

Dikatakan pula oleh Dahnil: "Dan Pak Prabowo ingin mendorong adanya literasi kebencanaan agar masyarakat tahu apa yang harus dilakukan ketika ada bencana."

Sehebat apa pun pemahaman warga terhadap bencana kalau tetap bermukim di zona terdampak bencana  tingkat kematian dan kerusakan bangunan akan tetap tinggi. Yang diperlukan adalah sosialisasi agar warga memahami bahwa salah satu cara menghindari kematian sia-sia dan kehilangan harta benda akibat bencana alam adalah dengan menjauhi zona bancana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun