Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Ironis, Tren Toleransi Publik terhadap Suap Meningkat

11 Desember 2018   13:26 Diperbarui: 9 April 2023   11:54 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: togofirst.com)

Belakangan saya dapat jawaban. Rupanya, ketika mereka mengurus kewarganegaraan di kantor pengadilan mereka tidak pernah diminta uang. Ini saya ketahui dari pegawai di kantor itu.

Itu artinya di tahun 1960-an pun sudah ada 'uang pelicin' atau 'uang administrasi' tentu saja dengan memanfaatkan kedudukan atau jabatan. Dalam bahasa lain bisa disebut sebagai 'naked power' yaitu memamai kekuasaan tanpa dasar untuk mendapatkan sesuatu yang justru melawan hukum.

Hasil dari survei tsb. menunjukkan 34 persen responden (2.000) menilai pemberian uang atau hadiah ketika berhubungan dengan pihak instansi pemerintah wajar. Ini bukan jumlah yang sedikit. Jika berpijak pada good governance (kesepakatan terkait dengan penyelenggaraan negara yang dijalankan oleh pemerintah dengan dukungan masyarakat madani dan pihak-pihak lain) seharusnya 100 persen responden menolak pemberian uang atau hadiah terkait dengan urusan ke instansi. Sedangkan suvei tahun 2016 hanya 30 persen responden yang menilai pemberian uang atau hadiah wajar. Survei tahun 2017 hanya 26 persen responden yang menilai uang hadiah wajar.=

Peneliti senior LSI, Burhanuddin Muhtadi, mengatakan: " .... Jangan-jangan kita yang ada di elite belum maksimal melakukan pendidikan ke masyarakat sehingga pemahaman mereka soal itu tidak seperti yang kita harapkan."

Burhanuddin benar karena pemahaman yang tidak komprehensif. Misalnya, ada makanan yang dilarang dimakan. Tapi, ketika makanan yang boleh dimakan dibeli dengan uang hasil mencopet, menipu, merampok, membegal, suap sampai korupsi makanan tsb. tidak (tergolong) makanan yang dilarang dimakan.

Maka, perlu revolusi pendidikan untuk membalik paradigma berpikir bahwa (makanan) yang boleh dimakan pun bisa jadi yang tidak boleh dimakan kalau diperoleh dengan cara-cara yang melawan hukum.

Itu dari aspek moral, sedangkan dari aspek hukum sudah saatnya ada UU Pembuktian Terbalik. Setiap orang wajib membuktikan asal-usul uang yang dia terima. Uang hasil menang judi pun bisa legal karena dimenangkan di tempat-tempat perjudian legal dengan bekal surat keterangan. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun