Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

LGBT Dihujat, Infantofilia dan Pedofilia Mengganas

21 November 2018   17:49 Diperbarui: 21 November 2018   17:50 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: businessdailyafrica.com)

Ketika banyak orang menguhujat LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) dengan membabi buta, kejahatan seksual mulai dari pelecehan sampai perkosaan terus terjadi yang melibatkan kalangan heteroseksual (baca: non-LGBT). Hampir setiap hari ada berita kejahatan seksual di media massa dan media sosial.

Ketika Menristekdikti Prof H Mohamad Nasir, PhD, melarang kalangan LGBT untuk 'masuk kampus' kejahatan seksual yang terjadi justru dilakukan oleh mahasiswa non-LGBT. Kasus yang menimpa seorang mahasiswi UGM Yogyakarta ketika KKN di Maluku (2017), misalnya, tidak lebih hanyalah 'orasi moral' yang justru menutupi perilaku amoral sebagian orang.

[Baca juga: "Rekomendasi Laki-laki" Selesaikan Kasus (Hukum) Perkosaan Mahasiswi UGM?]

Salah satu kejahatan seksual yang banyak terjadi adalah perkosaan terhadap anak-anak, laki-laki dan perempuan, yang justru melibatkan kalangan non-LGBT. Yang lebih ironis kejahatan seksual terhadap anak-anak dilakukan oleh orang-orang terdekat, tetangga, kerabat, guru, dll.

Kejahatan seksual yang dilakukan oleh laki-laki dengan cara sodomi juga selalu dikaitkan dengan LGBT, dalam hal ini gay. Sodomi adalah kekerasan seksual yang dilakukan laki-laki bukan gay terhadap anak-anak dengan cara seks anal. Gay melakukan seks anal tapi bukan sebagai kekerasan atau kejahatan.

"Cabuli 2 Muridnya, Seorang Guru Ditangkap Polisi". Ini judul berita di kompas.com (21/11-2018). Ini terjadi di Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara. Dua murid itu duduk di bangku SD sehingga rentang usianya antara 7-13 tahun. Guru tsb., LN, memangku dua muridnya di ruang kelas yang selanjut terjadi perbuatan berupa kejahatan seksual.

Jika dilihat dari rentang usia kedua korban, maka perilaku LN adalah pedofilia yaitu laki-laki dewasa yang menyalurkan dorongan seks kepada anak-anak umur 7-12 tahun. Di Takengon, Aceh Tengah, seorang guru agama, TAM alias ABH (41), ditangkap polisi karena mencabuli 12 muridnya dengan rentang usia 8-12 tahun (kompas.com, 16/10-2018). Ini juga kejahatan seksual yang melibatkan pedofilia.

Pedofilia jelas bukan LGBT, tapi masuk dalam kategori parafilia (orang-orang yang menyalurkan dorongan seksual dengan cara lain). Dalam kehidupan sehari-hari mereka berpenampilan non-LGBT, dalam hal ini heteroseksual.

[Baca juga: Salah Kaprah tentang Paedofilia]

Selain paedofilia, sering juga terjadi kejahatan seksual terhadap bayi dan anak-anak pada rentang usia 0 - 7 tahun. Korban termuda bayi perempuan berumur 9 bulan yang diperkosa pamannya di Jakarta Timur (2013). Korban meninggal.

[Baca juga: Infantophilia, Hasrat Seks Laki-laki Dewasa ke Bayi Perempuan] 

Kejahatan seksual terhadap anak-anak dilaporkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2015 terjadi 218, tahun 2016 tercatat 120, dan tahun 2017 tercatat   116 kasus (kpai.go.id, 27/9-2918).

Kejahatan seksual justru dilakukan oleh non-LGBT, tapi mengapa sebagian dari kita hanya 'menembak' LGBT dan mengabaikan predator-predator seks yang mencari mangsa di kalangan perempuan dan anak-anak? *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun