Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mitos dan Kematian Pengidap HIV/AIDS di Kota Lhokseumawe, Aceh

30 Juni 2018   19:12 Diperbarui: 30 Juni 2018   19:29 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Sejak tahun 2005 sampai 2018 kematian pengidap HIV/AIDS di Kota Lhokseumawe, Aceh, dilaporkan 16 kasus. Sedangkan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai 2018 mencapai 59 (aceh.tribunnews.com, 30/6-2018). Sedangkan jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Provinsi Aceh dari tahun 2004 sampai 2017 tercatat 632 (jawapos.com, 6/3-2018).

Yang perlu diingat bahwa kasus yang terdeteksi (59) tidak menggambarkan kasus riil di masyarakat karena epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es, yaitu: jumlah kasus yang terdeteksi (59) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.

Maka, diperlukan mekanisme yang riil untuk mendeteksi kasus HIV/AIDS di masyarakat karena warga yang mengidap HIV/AIDS dan tidak terdeteksi tanpa mereka sadari mereka terus menularkan HIV ke orang lain tertutama melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah.

Kabid Pencegahan, Pemberantasan Penyakit (P2P), Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, dr Helizar, dalam berita Penderita AIDS Meninggal Terus Bertambah (aceh.tribunnews.com, 30/6-2018): kini masyarakat yang memeriksa diri apakah terjangkit HIV/AIDS ke Klinik VCT di Kota Lhokseumawe secara sukarela terus meningkat. Hal itu, menurut dr Helizar, menunjukan kesadaran masyarakat untuk menghindari penyakit mematikan tersebut makin tinggi (aceh.tribunnews.com, 30/6-2018).

Judul berita juga tidak tepat karena orang-orang yang tertular HIV tidak otomatis menderita. Pada tahap lanjut setelah tertular pun tidak langsung menderita karena kemungkinan kena penyakit lain terjadi di masa AIDS (secara statistik terjadi antara 5-15 tahun setelah tertular HIV).

Persoalannya adalah tes HIV merupakan langkah penanggulangan di hilir. Artinya, warga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS ketika tes HIV di Klinik VCT sudah tertular HIV melalui perilaku-perilaku yang berisiko tertular HIV, al.: laki-laki dan perempuan yang sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam nikah dengan pasangan yang berganti-ganti, dan laki-laki yang sering melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK).

Lagi pula yang dianjurkan tes HIV sukarela ke Klinik VCT bukan masyarakat secara luas, tapi orang-orang yang sering melakukan perilaku berisiko di atas. Dan, perlu diingat langkah ini ada di hilir. Yang diperlukan adalah langkah di hulu yaitu mencegah insiden infeksi HIV melalui perilaku berisiko di atas.

Dikatakan lagi oleh dr Helizar: "Kita terus mengimbau masyarakat yang merasa pernah melakukan perbuatan yang rentan terkena penyakit mematikan tersebut seperti suntik narkoba, hubungan intim bukan dengan istri atau suami sendiri, bisa segera melakukan pemeriksaan di VCT. Bila hasil pemeriksaan dinyatakan positif terjangkit, identitas pasien pasti dirahasiakan."

Ada beberapa hal yang tidak akurat dalam pernyataan dr Helizat di atas, yaitu:

(a). Disebut 'penyakit mematikan'. Ini tidak akurat karena tidak ada kasus kematian pada pengidap HIV/AIDS (disebut Odha yakni Orang dengan HIV/AIDS) karena HIV atau AIDS. Kematian Odha terjadi karena penyakit-penyakit yang ada di masa AIDS, disebut infeksi oportunistik, seperti diare, TBC dll.

(b). Disebut 'suntik narkoba'. Ini juga tidak tepat karena risiko tertular HIV melalui narkoba bisa terjadi jika narkoba dipakai dengan cara disuntikkan secara bersama dengan bergantian karena kalau ada di antara mereka yang mengidap HIV/AIDS, maka yang memakai jarum suntik berikutnya akan berisiko tertular HIV. Risiko penularan HIV melalui jarum suntik (dalam hal ini darah di jarum) sekitar 90 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun