Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Danau Toba Bisa Jadi "Kuburan" Kapal

23 Juni 2018   20:24 Diperbarui: 5 Juli 2018   06:44 6867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KM Sinar Bangun yang membawa penumpang dan sepeda motor (Sumber: medansatu.com/Istimewa via GrupWA Polsek

(5) Mengapa tidak ada manifes tentang jumlah penumpang, jenis barang, dan nama penumpang di syahbandar?

Kalau diteruskan tentu saja pertanyaan ini akan bertambah. Yang jelas pemilik perahu bermotor, kapal motor, kapal pesiar, dll. yang beroperasi di Danau Toba 'memanfaatkan' paradigma berpikir sebagian besar orang yang tidak memahami risiko kecelakaan pada transportasi air. Hal ini terjadi karena memakai analogi 'budaya darat' ke transportasi 'budaya air' (Baca juga: Kapal Tenggelam di Danau Toba, Fenomena "Budaya Darat" vs "Budaya Air").

Yang paling tidak masuk akal adalah banyak orang yang merasa malu kalau langsung memakai jaket pelampung ketika naik transportasi air, terutama air tawar. Yang perlu disosialisasikan adalah memakai jaket pelampung adalah standar baku penumpang transportasi penyeberangan sehingga semua penumpang dan awak wajib memakai jaket pelampung.

Syahbandar

Konstruksi kapal-kapal motor yang beroperasi di Danau Toba dimodifikasi dengan menambah dua sampai tiga lantai (dek). Celakanya, penumpang memilih di dek dua dan tiga sehingga dek bawah kosong. Kondisi ini tentu saja mempengaruhi stabilitas kapal motor ketika berlayar. Yang perlu diperhatikan adalah kapal-kapal motor itu berlayar di air tawar dengan berat jenis (BD) 1 yang tidak efektif mengapungkan benda.

Kapal-kapal motor penyeberangan dilarang menyediakan ruang tertutup karena kalau kapal karam penumpang di ruang atau kamar tertutup akan sulit keluar sehingga jadi korban bersama kapal ke dasar laut, bendungan, dam atau danau.

Kondisinya kian runyam karena awak kapal motor tidak mengindahkan prakiraan cuaca karena mereka memakai pengalaman. Tapi, pengalaman mereka ternyata tidak berguna ketika berhadapan dengan cuaca buruk dan keserakahan pemilik kapal motor yang mengangkut barang dan penumpang melebihi kapasitas.

Maka, sudah saatnya di setiap perahu bermotor, kapal motor, kapal pesiar, dll. yang beroperasi di Danau Toba ditempel pengumuman tentang daya angkut: berat barang dan jumlah penumpang. Tentu saja pengaswasan yang ketat yang tidak bisa dilawan dengan uang.

Sudah sepekan berlalu, tapi semua pihak hanya pada tahap orasi politis di media massa, terutama televisi tanpa langkah konkretnya 'big nothing' alias nol besoar. Buktinya, kecelakan pasca KM Sinar Bangun kembali terjadi di perairan yang sama.

Apakah syahbandar di pelabuhan-pelabuhan yang ada di Danau Toba sudah melakukan sosialisasi kepada pemilik perahu bermotor, kapal motor, kapal pesiar, dll. yang beroperasi di Danau Toba serta masyarakat yang akan berlayar tentang manifes penumpang, karcis, pelampung dan daya angkut kapal motor?

Dari siaran-siaran televisi belum ada langkah sosialisasi dimaksud. Semua hanya berbicara dengan bahasa-bahasa normatif yang sama sekali tidak menyentuh upaya pencegahan kecelakaan pelayaran di Danau Toba.

Lalu, sampai kapan keselamatan penumpang diutamakan pada pelayaran di Danau Toba? Apakah harus menunggu, maaf, bisikan dari atas? *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun