Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Paus Fransiskus Hanya Bicara di Hilir Soal Pengungsi

21 Juni 2018   19:09 Diperbarui: 26 April 2021   10:50 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Cartoonmovement.com

Laporan Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) menyebutkan jumlah orang yang terpaksa mengungsi akibat perang, persekusi dan secara umum kekerasan umumnya pada tahun 2017 mencapai rekor yaitu 68,5 juta. Sebagian besar penyebab karena kondisi di dalam negeri mereka sendiri (VOA Indonesia, 20/6-2018).

Yang tidak masuk akal (sehat) ada yang sesumbar bahwa sistem kapitalis jelek dan menyebut sistem pemerintah lain, al. dengan dasar agama, sebagai yang terbaik. Fakta menunjukkan pengungsi banyak yang berasal dari negara nonkapitalis dan mati-maitan dengan menyabung nyawa ke negara kapitalis. Ironis!

Data ini bisa berbicara banyak tentang isu kapitalis dan nonkapitalis: dua pertiga pengungsi berasal dari lima negara, yaitu Suriah, Afghanistan, Sudan Selatan, Myanmar dan Somalia. Negara-negara ini bukan negara yang disebut sebagai kapitalis.

Reaksi yang keras terkait dengan perlakuan banyak negara kapitalis terhadap pengungsi datang dari salah satu tokoh dunia yang juga agamawan, Paus Fransiskus. Paus selalu membela pengungsi dengan menyalahkan negara-negara (kapitalis) yang menolak pengungsi.

Paus mengatakan bahwa membela pengungsi adalah bagian integral dari ke-Kristen-an dengan  memberikan gambaran bahwa nasib pengungsi sama dengan nasib Yusuf dan Maria yang kesulitan mendapat tempat menginap. Dia mengimbau umat Kristen agar menghormati para migran (dw.com, 25/12-2017).

Celakanya, Paus tidak pernah melihat fakta kelakuan sebagian imigran di negara-negara Kristen yang menimbulkan masalah sosial yang besar, mulai dari kriminal sampai terorisme. Paus tidak pernah menyinggung hal ini, tapi sebeliknya menguruk negara-negara yang tidak bersahabat dengan pengungsi.

Pengungsi datang dari negara yang dilanda konflik internal karena berbagai faktor, termasuk perbedaan paham agama. Selain itu peperangan dalam negeri antar faksi negeri itu sendiri.

Masalah lain adalah pengungsi justru dari negara-negara yang memusuhi negara tujuan berdasarkan agama dengan menyebut negara, maaf, k*f*r. Konflik Sunn-Syiah negara Teluk yang kaya raya, seperti Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, bahkan Mesir justru menolak pengungsi Syiah karena takut paham agama mereka dipengaruhi Syiah. Sebalinya, Iran yang dikuasai Syiah pun tidak menerima pengungsi.

Carut-marut pengunsi pun dimanfaatkan oleh pelaku perdagangan manusia. Mereka memanfaatkan isu pengungsi dengan 'menjual' jasa untuk membawa orang-orang yang ingin mencari kehidupan yang lebih layak dengan membayar sejumlah uang. 

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum), Bareskrim Polri, mislanya, Maret 2018, berhasil mengungkap kasus penyelundupan manusia berkedok pengungsi Rohingya. Tiga tersangka ditangkap, yaitu Muhammad Nur Hossain (WN Bangladesh), Muhammad Yamin Arif (WN Myanmar), dan Heri Sastra Firdaus (WN Indonesia) (detiknews, 23/4-2018).

Apakah Paus melihat fakta di balik eksodus pengungsi yang menyerbu negara-negara kapitalis, terutama di Eropa Barat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun