Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Debat Paslon Cagub/Cawagub Sumut, Abaikan "Brain Drain" dan Nasib Petani

12 Mei 2018   22:36 Diperbarui: 12 Mei 2018   22:47 1079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Debat Kandidat Paslon Cagub/Cawagub Sumut (Sumber: You Tube)

Begitu juga dengan tanaman pangan Paslon hanya berbicara di awang-awang, seperti persoalan bibit dan pupuk. Padahal, masalah utama di sektor ini adalah harga yang tidak lagi bisa dijadikan patokan nilai tukar. Harga gabah tidak sebanding dengan harga kebutuhan pokok lain, seperti garam, gula, dll.

Kalau saja isu ini tema sentral, maka yang perlu dikembangkan adalah revitalisasi KUD (Koperasi Unit Desa) yaitu dengan dana APBD membuat perjanjian dengan petani tentang harga gabah sebelum musim tanam. Artinya, ketika panen harga gabah sesuai dengan perjanjikan biar pun harga pasar naik atau turun.

Isu soal ketimpangan antara wilayah Timur, Tengah dan Barat pun hanya sebatas fenomena yang tidak jelas apa yang timpang. Paslon No 2 langsung saja menyebut-nyebut Nias. Padahal, semua daerah di Sumut (kabupaten dan kota) timpang satu sama lain dalam sektor-sektor tertentu.

Mengapa PT Pelni menghentikan pelayaran reguler Jakarta-Bengkulu-Padang-Sibolga? Sayang ini tidak jadi isu debat. Padahal, ini erat kaitanya dengan ketimpangan daerah yaitu mengurani pendapatan asli daerah (PAD) khususnya Kota Sibolga.

Mengapa hasil bumi dll. yang akan diekspor dari wilayah Sumut bagian selatan, seperti dari Tapanuli Selatan, Madina, dll. harus dibawa ke Pelabuhan Belawan yang jaraknya lebih jauh daripada ke Pelabuhan Sibolga?

Sayang, pertanyaan di atas juga tidak jadi perhatian panelis. Padalah, kondisi itu jelas berpengaruh terhadap perekonomian daerah.

Yang menggelikan adalah jawaban tentang cara mengatasi "stunting" yaitu kondisi bayi sampai usia dua tahun yang tidak baik, al. tubuh pendek, karena kekurangan gizi sejak di kandungan sampai umur dua tahun. Pertanyaan Paslon No 2 ini berdasarkan data bahwa di Sumut tingkat stuntin mencapai 16,5 persen. Paslon No 1 mengatakan akan menyediakan ambulans.

Padahal, penanggulangannya adalah pemberian gizi seimbang pada 1.000 hari pertama kehidupan manusia yaitu sejak pembuahan sampai umur dua tahun (Baca juga: Kecukupan Nutrisi pada "1.000 Hari Pertama Kehidupan" Cegah Stunting dan Hari AIDS Sedunia: Kelahiran Jutaan Bayi di Indonesia Dihantui AIDS dan "Stunting").

Selain itu debat pun mengabaikan berbagai penyakit yang mendera warga Sumut. Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI tanggal 24 Mei 2917 menyebutkan jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Sumut sampai 31 Maret 2017 sebanyak 17.333 yang terdiri atas 13.454 HIV dan 3.879 AIDS. Jumlah ini menempatkan Sumut pada peringkat 7 secara nasional.

Penyakit-penyakit tidak menular yang jadi 10 besar penyebab kematian di Sumut juga tidak muncul dalam debat. Padahal, stunting, HIV/AIDS dan 10 penyakit penyebab kematian itu akan jadi beban yang menguras anggaran. Pada gilirannya juga akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia (SDM)

 Maka, Sunut pun akan mengalami persoalan besar di sektor SDM karena brain drain, "stunting", HIV/AIDS dan 10 penyakit penyebab kematian. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun