Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Di Kalimantan Utara 12 Suami Tularkan HIV ke Istrinya

17 Januari 2018   03:31 Diperbarui: 17 Januari 2018   04:21 918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustasi (Sumber: thebody.com)

"Mirisnya, dari 173 kasus itu, 12 di antaranya yang positif HIV merupakan ibu hamil." Pernyataan ini ada alam berita "12 Ibu Hamil Positif HIV" (kaltara.prokal.co, 12/1-2018). Data menunjukkan di Kaltara sepanjang tahun 2017 terdeteksi 173 kasus HIV/AIDS yang terdiri atas 108 HIV dan 65 AIDS. Dari 173 kasus itu ada 12 ibu hamil.

Pernyataan di atas terjadi karena wartawan atau redaktur memakai kacamata kuda sehingga hanya melihat dengan angle perempuan bukan perspektif epidemi HIV/AIDS sebagai fakta medis. Kalau saja wartawan atau redaktur pakai perspektif, maka judul atau pernyataan yang faktual adalah 12 suami tularkan HIV ke istrinya.

Soalnya, yang miris bukan 12 itu hamil terdeteksi sudah tertular HIV, tapi ada 12 suami yang menularkan HIV ke istrinya. Suami-suami itu tertular HIV akibat ulah mereka yaitu perilaku seksual yang berisiko tinggi tertular HIV. Salah satu kemungkinan mereka tertular melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan kondisi suami-suami itu tidak memakai kondom dengan:

(a) perempuan yang berganti-ganti di Kaltara, di luar Kaltara atau di luar negeri, dan

(b) perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK).

PSK sendiri dikenal ada dua tipe yaitu:

(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.

(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), dll.

Pemprov Kaltara boleh-boleh saja menepuk dada sambil mengatakan: Di wilayah kami tidak ada pelacuran!

Sedara de jure itu benar karena sejak reformasi ada euforia menutup tempat-tempat pelacuran yang sebelumnya dijalankan sebagai tempat rehabilitasi dan resosialisasi PSK. Tapi, secara de facto, apakah Pemprov Kaltara bisa menjamin di wilayahnya sama sekali tidak ada transaksi seks dalam bentuk zina atau pelacuran?

Tentu saja tidak bisa.

Selain itu, apakah Pemprov Kaltara bisa menjamin tidak ada laki-laki dewasa warga Kaltara yang melakukan perilaku seksual yang berisiko tertular HIV di luar Kaltara atau di luar negeri?

Ini pun pastilah tidak bisa.

Maka, ada laki-laki dewasa warga Kaltara yang berisiko tertular HIV. Yang tertular HIV akan menularkan HIV ke istri atau pasangan seksual lain. Itu artinya penyebaran HIV secara horizontal terus terjadi di Kaltara.

Lalu, apa yang dilakukan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di Kaltara dalam upaya menanggulangi penyebaran HIV/AIDS?

Yang dijalankan al. penjaringan ke kelompok berisiko. Selain itu berdasarkan amanat Perda No 7/2017 tentang Pencegahan HIV/AIDS ada mobile vctitu untuk melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap kelompok berisiko pekerja perusahaan, serta tempat hiburan malam.

Langkah-langkah di atas adalah penanggulangan di hilir yaitu menjalankan tes HIV kepada warga yang sudah tertular HIV. Ini sama saja dengan membiarkan warga tertular HIV (di hulu).

Dalam beita tidak ada penjelasan apakah suami-suami ibu hamil yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS itu menjalani tes HIV. Kalau suami-suami itu tidak menjalani tes HIV, itu artinya 12 laki-laki itu jadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal, terutama melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah, di masyarakat.

Maka, yang diperlukan adalah langkah konkret di hulu yaitu menurunkan insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, yaitu melakukan intervensi yang mewajibkan laki-laki memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK. Intervensi hanya bisa dilakukan jika praktek PSK, dalam hal ini PSK langsung, dilokalisir.

Karena praktek PSK langsung yang tidak dilokalisir maka intervensi tidak bisa dijalankan, sedangkan intervensi untuk PSK tidak langsung jelas tidak bisa dilakukan karena mereka tidak kasat mata.

 Karena tidak ada langkah konkret di hulu, maka penyebaran HIV/AIDS di masyarakat Kaltara terus terjadi yang merupakan 'bom waktu' yang kelak akan jadi 'ledakan AIDS'. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun