Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Konten Pornografi, Apa Iya Hanya Berdampak kepada Anak-anak?

7 November 2017   09:07 Diperbarui: 12 April 2022   05:55 1944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock via Kompas.com

*Selalu Ditanggapi dengan Caci-Maki Bak Orang yang Kebakaran Jenggot

Setiap ada isu atau berita tentang konten pornografi di media sosial banyak kalangan yang kalang kabut. Komentar pun berseliweran dengan bumbu caci-maki dan hujatan. Tentu saja hal ini tidak menyelesaikan masalah karena satu konten ditutup jutaan konten pornografi ada di dunia maya.

Lihatlah judul berita di jpnn.com (6/11-2017) ini: Konten Porno di WhatsApp Bertentangan dengan Revolusi Mental. Duh, konten itu 'kan bukan diunggah oleh pemerintah. Bahkan, pihak WA sendiri berdalih itu dilakukan oleh pihak lain. Kementerian Kominfo pun sudah berindak melalui prosedur hukum. 

Yang tidak masuk akal selalu saja anak-anak dan remaja yang jadi objek. Padahal, fakta menunjukkan, seperti di Bengkulu yang dibela oleh dua menteri perempuan, kalangan dewasa mengaku melakukan kejahatan seksual karena pornografi. 

Setiap kali ada kasus kejahatan seksual polisi dan wartawan justru memberikan panggung kepada pelaku sebagai ajang bela diri. Bahkan, polisi dan wartawan juga kerap jadi "the second rape" melalui keterangan dan berita.

Maka, yang diperlukan adalah edukasi dan advokasi yang terus-menerus kepada masyarakat bukan sekadar menghujat dan caci-maki. Padahal, bisa saja terjadi 'maling teriak maling'. Apa ada jaminan orang-orang yang berteriak menghujat konten pornografi sama sekal tidak pernah menonton pornografi.

Ilustrasi (Sumber: spmoreconsulting.wordpress.com)
Ilustrasi (Sumber: spmoreconsulting.wordpress.com)
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kominfo, bertindak sebagai eksekutor menutup konten yang disebut sebagai pornografi. Celakanya, konten yang tidak menampilkan live porn yang justru mengandung konten pendidikan seksual dimatikan, seperti majalah "Playboy" sama sekali tidak menampilkan live porn, padahal di majalah ini ada artikel-artikel terkait kesehatan seksual yang sangat bermanfaat. Sementara pada saat yang sama iklan-iklan live porn menghiasi media online tanpa langkah-langkah yang konkret untuk menghentikan iklan porno tsb.

Sebagai pelanggan KOMPAS e-paper penulis pernah protes terkait dengan iklan tsb, ternyata iklan itu merupakan iklan yang disusupkan. Blog yang saya kelola pun pernah disusupi iklan porno justru di tubuh konten ketika sedang diedit. 

Di beberapa iklan tersebut bahkan ada kalimat yang jelas menyebut nama alat kelamin dan ajakan melakukan hubungan seksual. Apakah Mabes Polri dengan Direktorat Siber dan Kementerian Kominfo tidak bisa menghentikan iklan-iklan porno dengan bahasa-bahasa dan gambar-gambar yang sangat vulgar itu?

Agaknya, Kemenkominfo. menutup situs yang menggunakan kata-kata berbau "sex" di alamat situs, padahal, banyak situs dengan live porn yang sama sekali tidak memakai alamat yang tertuju kepada "sex". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun