Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kepulauan Riau Menjadi Kawasan Transit HIV/AIDS?

11 Oktober 2017   07:38 Diperbarui: 11 Oktober 2017   21:36 3335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: lovethefold.blogspot.com)

Kepri (Provinsi Kepulauan Riau-pen.) adalah daerah transit bagi penyebaran HIV/AIDS dan narkoba dan obat-obat terlarang. Karen berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia. Letak geografis ini, yang menyebabkan pertumbuhan penderita HIV/AIDS terus meningkat. Ini dikatakan oleh Direktur Rehabilitasi, Kementerian Sosial (Kemensos), Sonny W Manalu (HIV/AIDS di Kepri Perlu Penanganan Extra Ordinary, batampos.co.id, 9/10-2017),

Begitu juga dengan Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kepri, Doli Boniara, yang mengatakan: "Sebagai daerah lintas negara, Kepri memang sangat rentan dengan penyebaran HIV/AIDS. Bukan hanya narkoba juga demikian. Maka kita terus mendapatkan sorotan dari pusat."

Ilustrasi (Sumber: The Indian Express)
Ilustrasi (Sumber: The Indian Express)
Mitos dan penyangkalan
Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI tanggal 24 Mei 2017 menyebutkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Kepri sebanyak 8.099 yang terdiri atas 6.971 HIV dan 1.128 AIDS. Jumlah ini menempatkan Kepri pada peringkat ke-10 jumlah kasus terbanyak secara nasional.

Hari gini masih saja ada yang mengumbar mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS. Tidak ada kaitan langsung antara letak geografis dengan HIV/AIDS karena di negara-negara yang tertutup dan memakai agama sebagai UUD pun tetap saja banyak kasus HIV/AIDS yang terdeteksi. Padahal, di negara-negara itu tidak ada pub, kafe, diskotek dan hiburan malam. Warga negara-negara itu tertular di luar negaranya dan jadi mata rantai penyebaran HIV di negaranya.

Pernyataan itu akan mendorong warga Kepri, terutama yang berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia melakukan penyangkalan terkait dengan perilaku berisiko mereka. Pengidap HIV/AIDS akan menyalahkan letak geografis dan turis.

Padahal, warga Kepri yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS tertular HIV karena perilaku seksual mereka yaitu melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, tanpa kondom dengan pasagan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK). PSK sendiri dikenal ada dua jenis, yaitu:

  1. PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
  2. PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), dll.

Bisa juga Pemprov Kepri menepuk dada dengan mengatakan tidak ada pelacuran di Kepri. Kalau yang dimaksud adalah lokalisasi pelacuran yang diregulasi, maka itu benar karena sejak reformasi semua daerah menutup lokasi dan lokalisasi pelacuran, kecuali di beberapa daerah.

Tapi, apaka Pemprov Kepri bisa menjamin tidak ada praktek pelacuran yang merupakan transaksi seks di wilayahnya?

Pintu masuk AIDS
Tentu saja tidak bisa karena praktek pelacuran berupa transaksi seks dalam berbagai bentuk selalu ada dan jamak terjadi. Praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Maka, insiden infeksi HIV di Kepri, khususnya di Batam, justru terutama terjadi melalui hubungan seksual antara warga dengan PSK. Batam sendiri menjadi salah satu tujuan utama perputaran atau rotasi PSK yang dijalankan oleh germo. Maka, Batam jadi 'pintu masuk' HIV/AIDS ke Indonesia karena PSK yang ada di Batam datang dari banyak daerah di Nusantara (Batam bisa Jadi "Pintu Masuk" Epidemi HIV/AIDS Nasional).

Sebuah berita di Harian "Pikiran Rakyat" Bandung, misalnya, menyebutkan tahun 2005 ribuan perempuan asal Indramayu, Jabar, jadi PSK di Batam (6.300 Wanita Indramayu Jadi PSK di Pulau Batam. Mereka Merasa Menjadi Pahlawan Ekonomi Keluarga (Harian "Pikiran Rakyat", 11/11-2005).

Ilustrasi (Sumber: lovethefold.blogspot.com)
Ilustrasi (Sumber: lovethefold.blogspot.com)
Maka, persoalan bukan karena letak geografis Kepri dan bukan pula karena kehadiran PSK, tapi karena perilaku warga yang pernah atau sering melalukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK. Warga yang tertular HIV kemudian jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat karena mereka tidak menyadari kalau sudah tertular HIV. Ini terjadi karena tidak ada tanda-tanda dan keluhan kesehatan yang khas AIDS pada orang-orang yang tertular HIV sebelum masa AIDS (secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun