Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Bukan Mengatasi Kemacetan, tapi Ada Opsi Transportasi Bebas Macet

3 September 2017   11:32 Diperbarui: 4 September 2017   17:41 33656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parkir di Stasiun KRL Pondok Cina, Depok, Jawa Barat, 6/8-2015 (Sumber: Liputan6.com/Faizal Fanani)

Ketika orang-orang yang disebut sebagai pakar dan pemerhati perkotaan dan transportasi ngomong dalam talk show tentang kemacetan di Jakarta di televisi yang muncul adalah pernyataan berupa: mengatasi kemacetan, pertumbunan jalan raya tidak sebanding dengan pertambahan kencaraan bermotor, dll.

Pertama, di kota besar mana di dunia ini yang tidak ditandai dengan kemacetan?

Kedua, apakah kemacetan terjadi di semua ruas jalan raya sepanjang hari?

Dua pertanyaan itulah yang menggelitik, tapi tidak pernah muncul jawaban yang konkret dalam berbagai talk show di televisi.

Angkutan Umum

Kemacetan yang terjadi di banyak kota di dunia tidak jadi masalah karena pemerintah setempat menyediakan transportasi yang bebas dari kemacetan. Artinya, ada opsi (pilihan) yang realistis yaitu transportasi massal yang cepat yaitu bebas dari kemacetan (MRT- mass rapid transit) di bawah tanah atau layang.

Jalanan macet di Kuala Lumpur, tapi ada opsi MRT di latar belakang (Sumber: thesmartlocal.com)
Jalanan macet di Kuala Lumpur, tapi ada opsi MRT di latar belakang (Sumber: thesmartlocal.com)
Di Singapura, Kuala Lumpur, dan Bangkok, misalnya, opsi yang disiapkan adalah MRT yang menjadi pilihan angkutan bagi warga kota-kota itu. Jalan raya boleh saja macet, tapi warga dengan leluasa bepergian ke seantero kota tanpa dihadang kemacetan.

Jalur MRT dirancang melewati permukiman, kegiatan pemerintahan dan kegiatan bisnis sehingga menjadi sarana transportasi yang handal. Di Bangkok bahkan ada dua pilihan MRT yaitu di bawah tanah (murah) dan layang (mahal).

PT KAI (Kereta Api Indonesia) pernah menjalankan kereta rel listrik (KRL) lingkar sebagai sarana transportasi kota di Jakarta, tapi tidak efektif karena jalur rel yang dibangun Belanda tidak melewati pusat-pusat kegiatan permukiman, pemerintahan dan bisnis. Stasiun-stasuin KRL di Jakarta tidak bersinggungan langsung dengan pusat-pusat kegiatan. Sedangkan di kota-kota lain jalur MRT bersingungan dengan berbagai pusat kegiatan sehingga dari stasiun MRT cukup dengan berjalan kaki sudah sampai tujuan.

Tentu saja sarana untuk pejalan kaki di negara-negara itu sangat memadai yang jauh berbeda dengan di Jakarta dan kota-kota besar lainnyua. Maka, tidak heran kalau kemudian orang Indonesia termasuk yang paling malas jalan kaki sedunia (Jalan Kaki? Ternyata Orang Indonesia Paling Malas Sedunia).

Pemprov DKI Jakarta, kemudian diikuti oleh bebarapa kota, membangun jalur busway. Bus yang dijalankan dengan program busway ini adalah angkutan umum bukan MRT karena tetap terhalang dengan kemacetan dan lampu pengatur lalu lintas. Bahkan, di Jakarta jalur busway (Transjakarta) juga dipakai oleh kendaraan lain, terutama motor dan mobil oknum-oknum aparat dan pejabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun