Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kematian Pengidap HIV/AIDS di Kota Batam Bukan Karena HIV atau AIDS

15 November 2016   07:02 Diperbarui: 15 November 2016   08:46 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Dinas Kesehatan Kota Batam mencatat sepanjang tahun 2016 ini, sebanyak 57 orang telah meninggal dunia yang disebabkan virus Human Immuno Deficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS).” Ini lead pada berita “57 Orang Batam Meninggal Karena HIV dan AIDS” (batampos.co.id, 12/11-2016).

Pernyataan pada lead berita ini “meninggal dunia yang disebabkan virus Human Immuno Deficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)” menyimpulkan bahwa kematian pada pengidap HIV/AIDS atau Odha (Orang dengan HIV/AIDS) terjadi karena HIV atau AIDS atau HIV/AIDS. pernyataan ini tidak akurat karena kematian pada Odha terjadi karena penyakit-penyakit yang muncul di masa AIDS (secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV) yang disebut infeksi oportunistik, seperti diare, TB, dll.

Faktor Pendorong

Tidak jelas apakah pernyataan pada lead berita itu kutipan dari hasil wawancara atau merupakan kesimpulan wartawan sebagai bentuk interpretasi terhadap wawancara. Yang, jelas pengetahuan wartawan dan redaktur media online ini tentang HIV/AIDS sebagai fakta medis ada di titik nadir. Ini sangat menyedihkan karena media diharapkan bisa mencerahkan masyarakat agar melindungi diri sehingga tidak tertular HIV/AIDS. Tentu saja hal ini tidak akan tercapai kalau berita justru menyesatkan dan tidak informatif.

Di bagian lain disebutkan: Tingginya angka penderita HIV dan AIDS menjadikan Batam sebagai salah satu Kota endemi penyakit mematikan ini.

Dalam kaitan dengan penyakit endemi adalah penyakit yang berjangkit di satu daerah atau di kalangan tertentu. HIV/AIDS tidak berjangkit karena HIV sebagai virus hanya bisa ditularkan dari orang yang mengidap HIV/AIDS ke orang lain melalui cara-cara yang sangat khas, seperti hubungan seksual di dalam dan di luar nikah dengan kondisi suami atau laki-laki tidak memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual.

Lalu, mengapa kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri)?

Disebutkan oleh Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Dinas Kesehatan Kota Batam, Sri Rupiati, dari Januari sampai September 2016 terdeteksi 703 kasus HIV/AIDS yang terdiri atas 508 HIV dan 195 AIDS dengan 57 kematian. Sejak kasus HIV/AIDS pertama terdeteksi di Batam pada tahun 1992 sampai sekarang sudah terdeteksi 6.881 kasus HIV/AIDS dengan  673 kematian.

Ada beberapa faktor yang mendorong penularan HIV/AIDS di Kota Batam, al. (a) praktek pelacuran yang tinggi, (b) tingkat pemakaian kondom yang rendah, (c) pembeli seks pada pekerja seks komersial (PSK) datang dari berbagai negara, dan (d) PSK yang praktek di Kota Batam datang dari seluruh Indonesia.

Ada juga praktek ‘istri simpanan’, yaitu laki-laki Malaysia dan Singapura menjadikan perempuan, khususnya perempuan penghibur al. PSK, sebagai istri yang dijenguk setiap akhir pekan. Seorang dokter di Batam pernah menemukan pasien perempuan kakak-beradik memakai penutup kepala dengan penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang sama. Perempuan ini menolak karena kata perempuan itu mereka bukan ‘perempuan nakal’. Memang, mereka dijadikan istri simpanan oleh laki-laki warga Malaysia yang diduga jadi penular penyakit IMS tsb.

Itulah sebabnya Kota Batam juga menjadi ‘pintu masuk’ penyebaran HIV/AIDS secara nasional. PSK dari berbagai daerah praktek di Kota Batam. PSK tsb. tentu saja pada saatnya akan mudik, misalnya, ketika lebaran. Jika ada di antara PSK itu yang tertular HIV di Kota Batam, maka dia akan menyebarkan HIV di kampung halamannya atau kota lain sebagai tempat praktek baru (Batam bisa Jadi ”Pintu Masuk” Epidemi HIV/AIDS Nasional).

Pulangkan PSK AIDS

Ketika Kepri belum berdiri sendiri sebagai provinsi dan jadi bagian dari Provinsi Riau pemerintah setempat menanggulangi HIV/AIDS dengan memulangkan PSK yang terdeteksi HIV/AIDS ke kampung halamannya. Tapi, pemerintah daerah lupa kalau warga Riau termasuk warga Kepri ada yang sudah tertular HIV dari PSK yang dipulangkan tsb. Nah, laki-laki inilah kemudian yang jadi mata rantai penyebaran HIV di Riau dan Kepri terutama melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan kondisi laki-laki atau suami tidak pakai kondom setiap kali hubungan seksual.

Ada lagi pernyataan yang menyesatkan, yaitu: Sebelum dinyatakan benar-benar positif, virus HIV dan AIDS ini memerlukan waktu lima hingga 10 tahun untuk bisa terdeteksi.

Ini lagi-lagi tidak jelas apakah dikatakan oleh narasumber yang diwawancarai wartawan atau merupakan interpretasi wartawan. Untuk mengetahui apakah seseorang tertular HIV atau tidak bisa diketahui melalui tes HIV dengan sampel darah. Jika reagen yang dipakai adalah ELISA, maka reagen ini baru bisa mendeteksi antibody HIV di dalam darah minimal setelah tiga bulan tertular HIV. Tapi, ada jenis tes lain, seperti PCR, yang bisa mendeteksi virus HIV dalam darah beberapa saat setelah tertular. Maka, pernyataan di atas benar-benar menyesatkan.

Waktu 10 tahun itu adalah masa AIDS yaitu ketika kondisi kekebalan tubuh orang-orang yang tertular HIV sudah rendah. Ini terjadi karena sel-sel darah putih banyak yang rusak setelah ‘dipakai’oleh HIV sebagai ‘pabrik’ untuk menggandakan diri. Secara statistik masa AIDS terjadi rata-rata antara 5-15 tahun. Ada yang di bawah lima tahun, tapi ada pula yang di atas 15 tahun. Agaknya, wartawan tidak bisa membedakan masa jendela (window priode) dengan masa AIDS (Lihat gambar).

Sumber: AIDS Watch Indonesia
Sumber: AIDS Watch Indonesia
Dengan pengetahuan wartawan yang sangat rendah ini tentulah kita tidak bisa berharap banyak berita yang dia tulis bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat. Padahal, informasi HIV/AIDS yang akurat merupakan ‘vaksin’ bagi seseorang agar tidak tertular HIV.

Disebutkan lagi: Pemerintah selalu berupaya untuk menekan bertambahnya jumlah penderita. Berbagai upaya pencegahan terus dilakukan seperti, membentuk pendidik sebaya atau duta HIV dan AIDS, sosialisasi di setiap puskesmas, dan mengajak warga untuk ikut tes Voluntary Counseling Test (VCT).

Perilaku Berisiko

Tes HIV adalah langkah di hilir artinya warga ‘dibiarkan’ dulu tertular HIV baru dites. Padahal, yang jadi persoalan besar adalah insiden penularan HIV baru pada laki-laki dewasa yang melakukan perilaku berisiko di hulu, yaitu:

(1) Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom di dalam ikatan pernikahan yang sah dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu di antara perempuan tsb. juga punya pasangan seks yang lain dengan perilaku seksual yang berisiko.

(2) Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di luar ikatan pernikahan yang sah dengan perempuan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu di antara perempuan tsb. juga punya pasangan seks yang lain dengan perilaku seksual yang berisiko.

(3) Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, seperti pekerja seks komersial (PSK) dan waria. PSK dikenal ada dua tipe, yaitu:

(a) PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.

(b) PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat plus-plus, ‘artis’, ‘spg’, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, ibu-ibu rumah tangga, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), dll.

Untuk perilaku nomor 1 dan 2 serta 3 b tidak  bisa dijangkau oleh pemerintah karena terjadi di sembarang  tempat dan sembarang waktu. Sedangkan perilaku nomor 3 b hanya bisa dijangkau jika praktek PSK dilokalisir sehingga pemerintah bisa menjalankan program ‘wajib kondom’ bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK langsung melalui intervensi yang dikuatkan dengan regulasi hukum.

Hanya intervensi terhadap laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual dengan PSK langsung yang bisa dijalankan. Celakanya, di Batam tidak ada lagi lokalisasi pelacuran yang dijalankan dengan regulasi pemerintah daerah.

Maka, ceramah dan sosialisasi pun ‘bak menggarami laut’ karena perilaku yang rentan tertular dan jadi mata rantai penyebar HIV tidak bisa dijangkau. Tinggal menunggu waktu saja untuk sampai pada ‘ledakan AIDS’. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun