Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jangan Sampai Natuna Lepas dari Pangkuan Ibu Pertiwi

3 April 2016   13:40 Diperbarui: 3 April 2016   15:00 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melalui perjanjian ini kalau ada nelayan dari kedua negara yang tersesat masuk wilayah negara yang lain, maka kapal nelayan tsb. tidak ditangkap tapi mendorongnya kembali ke laut wilayah negara nelayan tsb. Perjanjinan ini tertuang dalam Common Guidelines Concerning Treatment of Fishermen by Maritime Law Enforcement Agencies. Ditandatangani di Bali (29/1-2012).

Klaim Tiongkok bahwa kapal nelayan mereka ada di wilayah historical traditional fishing ground juga tidak benar karena wilayah itu masuk dalam perairan ZEE Indonesia. Selain itu adalam kamus UNCLOS pun tidak dikenal traditional fishing ground, sedangkan dengan Malaysia kondisi itu diakui melalui perjajian bilateral. 

Sedangkan dengan Tiongkok selain tidak ada perjanjian daerah yang mereka klaim sebagai traditional fishing ground ada di wilayah hak berdaulat dan yurisdiksi serta landas kontinen Indonesia perairan laut ZEE Indonesia.

Ketika itu Indonesia di pandang sebelah mata oleh Malaysia yang membangun mercusuar di Tanjung Datuk, Kalimantan Barat. Sudah berbagai cara ditempuh, tapi tak membuat Malaysia menarik diri. Namun, di hari pelantikan presiden sore harinya mercu suar itu sudah dibongkar sendiri oleh Malaysia.

Provokasi Malaysia dan Tiongkok itu sudah masuk kategori intervensi karena masuk ke wilayah perairan Indonesia yang sudah diakui dunia secara hukum. Pelanggaran hukum nasional Indonesia terkait penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak teregulasi (Illegal, Unreported, and Unregulated/IUU) dikategorikan sebagai sponsor terorisme (KOMPAS, 23/3-2016).

Karena yang diakui dunia secara hukum adalah garis biru yang ditetapkan oleh UNCLOS, maka Indonesia wajib mempertahankan kedaulatan maritim di wilayah yang diklaim Tiongkok. 

Dalam pidato pelantikan pasangan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla, dengan tegas presiden mengatakan akan mempertahankan kedaulatan maritim Indonesia, maka tidak ada lagi alasan untuk takluk kepada provokasi asing di wilayah maritim Indonesia.

Janganlah kita membuat Ibu Pertiwi menangis untuk lagi dan kita jadi ‘anak durhaka’ setelah berurai air mata ketika Sipadan dan Ligitan lepas, dan membuat Bung Karno kecewa ketika impiannya menguasai Kalimantan bagian Utara kini sirna karena Kalimantan Timur dimekarkan sehingga daerah baru disebut sebagai (Provinsi) Kalimantan Utara (Provinsi Kalimantan Utara Membuyarkan ‘Mimpi’ Bung Karno). 

*** [Syaiful W. Harahap] ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun