Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Disebut Kritis dan Ekpresif Tapi Hanya Bisa Menyerang Pribadi dengan Fitnah dan Caci-maki

6 Januari 2016   20:49 Diperbarui: 16 Juni 2023   05:18 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya tahu itu tulisan opini Anda, tapi kan ditulis oleh pribadi.” Inilah alasan seorang ‘pengeritik’ ketika penulis mengatakan bahwa yang dia tulis itu bukan tanggapan terhadap konten tulisan, tapi menyerang pribadi penulis.

Itu salah satu pandangan yang keliru, tapi jamak terjadi. Di beberapa tulisan penulis di Kompasiana, misalnya, ‘dikritik’ dengan mengatakan: Saudara antek-antek WHO (tulisan tentang HIV/AIDS), Anda antek Israel (tulisan tentang film), Anda agen kondom (tulisan tentang HIV/AIDS), dst.

Bahkan, di Facebook ada yang menanggapi status penulis dengan menyerang orang tua: “Bapakmu dulu tidak mengazankan kau rupanya.” (Kalau yang lahir anak laki-laki selalu didengarkan azan ke telinga bayi). Astaga, inikah orang-orang yang disebut kritis? Status tsb. terkait dengan agama, tapi masalah sosial yang sama sekali tidak terkait dengan akidah dan syariah. Hanya menyoal istilah.

‘Orang-orang Kritis

Damar (juga pendiri Forum Demokrasi Digital, Damar Juniarto) khawatir orang-orang yang kritis bisa dijerat pasal itu untuk memberikan efek penggentaran kepada netizen lain yang kritis karena sikap kritis dianggap sama dengan penghinaan terhadap seseorang. (DEMOKRASI DIGITAL. Potensi Kriminalisasi Makin Besar, Harian “KOMPAS”, 6/1-2016).

Nah, pertanyaan untuk Damar: Apakah tanggapan yang tidak relevan dengan status, tulisan, kegiatan, dll. yaitu dengan menyerang pribadi termasuk ‘orang-orang yang kritis’ dan kebebasan berekspresi?

Dalam berita KOMPAS tadi sama sekali tidak ada contoh tulisan yang disebut Damar sebagai ‘orang-orang kritis’ yang dikriminalisasi.

Wartawan yang bekerja untuk media massa tetap saja bisa kritis dengan pedoman UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Nah, kalau saja nitizen mengacu ke Kode Etik Jurnalistik PWI, terutama terkait dengan pasal-pasal di bawah ini maka tidak akan pernah terjerat hukum (frasa wartawan bisa digani dengan netizen), yaitu:

Pasal 2. Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang.

Pasal 3. Wartawan Indonesia pantang menyiarkan karya jurnallistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan memutar balikkan fakta, bersifat fitnah, cabul serta sensasional.

Pasal 5. Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta tidak mencampur adukkan fakta dan opini sendiri. Karya jurnalistik berisi interpretasi dan opini wartawan, agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun