Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Perda AIDS Prov Banten: Menanggulangi AIDS dengan Pasal-pasal Normatif

5 Mei 2011   00:31 Diperbarui: 26 Mei 2018   00:51 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: ontopmag.com)

Intervensi pada sektor a yaitu mewajiban setiap laki-laki dewasa memakai kondom jika melakukan hubungan seksual di dalam dan di luar nikah dengan PSK langsung atau PSK tidak langsung di wilayah Banten atau di luar Banten. Sektor b yaitu mewajibkan suami yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung memakai kondom jika sanggama dengan istrinya. Sedangkan sektor c yaitu menerapkan pencegahan dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.

Upaya menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK sudah berhasil dilakukan Thailand melalui program ’wajib kondom 100 persen’. Program ini juga dicangkok dalam perda-perda AIDS di Indonesia tapi dengan setengah hati. Ini terjadi karena perda bernuansa moral untuk menanggulangi fakta.

Lihatlah di pasal 21: ”Setiap pemilik dan/atau pengelola tempat hiburan, atau sejenisnya yang menjadi tempat berisiko tinggi, wajib memberikan infomasi atau penyuluhan secara berkala mengenai pencegahan HIV dan AIDS kepada semua pekerjanya.”

Penyebutan ’tempat berisiko tinggi’ merupakan konotasi yang mengaburkan makna. Jika dikaitkan dengan epidemi IMS dan HIV tentulah ’tempat berisiko tinggi’ adalah lokasi atau lokalisasi pelacuran serta losmen, motel, hotel melati dan hotel berbintang yang menyediakan PSK langsung atau PSK langsung (pekerja seks di lokasi atau lokalisasi pelacuran, cewek panggilan di losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung (’cewek bar’, ’cewek kampus’, ’anak sekolah’, ’cewek SPG’, selingkuhan, WIL, perempuan pemijat di panti pijat plus-plus, waria pekerja seks, dll.).

Jika menoleh ke Thailand maka sektor inilah yang bisa diintervensi perda yaitu mewajibkan pemakaian kondom. Yang perlu diingat adalah yang menjadi objek bukan PSK tapi germo atau mucikar. Soalnya, kalau PSK yang menjadi objek maka mereka selalu berada pada posisis tawar yang lemah. Artinya, laki-laki ’hidung belang’ akan memakai tangan germo untuk memaksa mereka meladeni laki-laki tanpa kondom.

Nah, Thailand memberikan izin usaha bagi germo sehingga kegiatan tsb. merupakan kegiatan yang diregulasi. Secara rutin dilakukan tes IMS terhadap PSK. Kalau ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS maka germo diberikan sanksi hukum mulai dari teguran sampai pencabutan izin usaha. Bisa juga dikembangkan dengan hukuman pidana kurungan agar mempunyai efek jera.

Tapi, karena semangat penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia dikibarkan dengan bendera moral, maka cara-cara yang dilakukan pun tidak realistis.

Lihat saja di pasal 22: ”Setiap pemilik dan atau pengelola tempat hiburan, atau sejenisnya yang menjadi termpat berisiko tinggi, wajbi mendata pekerja yang menjadi tanggungjawabnya untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh petugas secara berkala.”

Pertama, yang menularkan IMS dan HIV atau dua-duanya sekaligus kepada PSK yang bekerja di tempat berisiko itu adalah laki-laki penduduk lokal, asli atau pendatang. Dalam kehidupan sehari-hari mereka bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, dua, lajang atau remaja. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat.

Kedua, PSK yang ditulari IMS dan HIV atau dua-duanya sekaligus akan menularkannya kepada laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan mereka. Laki-laki yang tertular itu pun dalam kehidupan sehari-hari mereka bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, dua, lajang atau remaja. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat.

Bertolak dari dua fakta di atas tentulah pemeriksaan kesehatan PSK tidak ada manfaatnya karena: (a) laki-laki yang menularkan IMS dan HIV tidak terdeteksi dan (b) laki-laki yang tertular IMS dan HIV juga tidak terdeteksi. Maka, yang perlu dilakukan adalah intervensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun