Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyibak Kiprah Perda AIDS Jatim

21 November 2010   08:49 Diperbarui: 22 Desember 2016   21:41 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pemerintah Provinsi Jawa Timur menelurkan Perda No 5/2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Jawa Timur.

Bagaimana sepak terjang perda itu dalam menanggulangi penyebaran HIV di Jawa Timur? Sampai 30 Juni 2008, Depkes melaporkan 1.225 kasus AIDS di Jawa Timur, 619 di antaranya terdeteksi di kalangan pengguna narkoba, dan 323 kematian.

Kasus-kasus HIV positif yang terdeteksi merupakan infeksi baru setelah perda atau kasus infeksi sebelum perda.

Sedangkan kasus AIDS merupakan penularan HIV yang terjadi sebelum perda disahkan. Setelah kasus AIDS terdeteksi kali pertama di Bali (1987), beberapa tahun kemudian Surabaya heboh karena seorang pekerja seks komersial (PSK) di Dolly terdeteksi HIV positif. Ada dua kemungkinan terkait dengan HIV di kalangan PSK.

Muspika Menyamar

Pertama, PSK yang terdeteksi HIV positif di Dolly tertular HIV dari laki-laki pelanggannya, penduduk lokal di Surabaya atau pendatang dari luar kota dan luar negeri. Jika itu yang terjadi, sudah ada laki-laki yang HIV positif di Surabaya.

Pengidap HIV tersebut tidak terdeteksi karena tidak ada tanda, gejala, atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisiknya sebelum masa AIDS (antara lima hingga sepuluh tahun setelah tertular HIV).

Tapi, pada kurun waktu itu, dia sudah bisa menularkan HIV kepada orang lain melalui hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah.

Laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai suami, pacar, atau selingkuhan yang bekerja sebagai pegawai, karyawan, pelajar, mahasiswa, pengusaha, pedagang, sopir, nelayan, pengasong, rampok, dan lain-lain. Mereka itulah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV antar penduduk.

Berikutnya, laki-laki yang berhubungan seks tanpa kondom dengan PSK yang sudah tertular HIV berisiko tertular HIV. Jika tertular HIV, mereka pun akan jadi mata rantai penyebaran HIV pula di masyarakat.

Kedua, PSK yang terdeteksi HIV positif di Dolly sudah mengidap HIV sebelum praktik di Dolly. Kalau itu yang terjadi, laki-laki yang berhubungan seks tanpa kondom dengan PSK di Dolly akan berisiko tinggi tertular HIV.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun