Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kapan, Sih, Awal Penyebaran HIV/AIDS di Indonesia?

2 Desember 2014   22:42 Diperbarui: 4 April 2017   17:46 967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14175095692004562543

Pernyataan pakar-pakar ternyata hanya bagaikan ‘anjing menggonggong kafilah berlalu’ karena dibantah oleh pejabar dan pemuka masyarakat yang justru didengar rakya walaupun yang mereka sampaikan hanya mitos.

Lilatlah pernyataan dr Adhyatma, ketika itu Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (P2MPLP), Depkes RI, “ …. mengakui sulit mencegah masuknya AIDS ke Indonesia, karena Indonesia adalah negara terbuka. “Apalagi di sana sini banyak praktek pelacuran dan kebiasaan kumpul kebo pun mulai masuk ke Indonesia. Jadi AIDS sulit dicegah masuk. Tapi sebenarnya memberantasnya tidak sulit.Caranya, berantas saja perzinahan dan kemesuman. Dan ini tentu bukan tugas Depkes saja.” (Harian “Kompas”, 4/9-1985).

Pernyataan-pernyataan yang tidak akurat terus bermunculan dengan muatan norma, moral dan agama. Coba simak berita ini: Boyke Dian Nugraha: Korban AIDS bisa Berubah Mirip Monster. Ada nasihat dari pakar seks, Prof. Dr. Boyke Dian Nugraha, SOG, untuk siswa SMU tentang bahaya HIV Aids. Seseorang yang terkena Aids, dalam 5 tahun wajahnya akan berubah mirip monster. Tidak perduli apakah wania itu cantik dan lelaki ganteng. Semuanya akan berubah menjadi monster. Hal itu dikemukakan, Boyke Dian Nugraha, saat bebicara dalam seminar yang dihadiri pelajar SMU di Surabaya (29/5). (Harian “Bali Post”, 30/5-2000).

Mengumbar mitos terus terjadi, seperti yang diberitakan Harian “Pos Metro Balikpapan” (30/5-2009) ini: Pada kesempatan itu, dr Boyke juga memaparkan bahaya atau dampak yang ditimbulkan dari selingkuh berupa, kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit kelamin diantaranya AIDS dan perceraian. “AIDS itu ‘kananunya itu dimasukan sembarangan, jadi kalau enggak mau kena AIDS jangan berselingkuh,” tegasnya yang lagi-lagi disambut tawa kaum ibu. Untuk menginspirasi agar orang tidak berselingkuh, kemarin, ia pun memperdengarkan salah satu lagu dari album Bunga Jantungku.

Kalangan artis pun ikut pula nimbrung menyuburkan mitos. Pada acara Redaktur Hebooh (ANTEVE, 21/4-2000), Nurul Arifin mengatakan selingkuh sebagai salah satu faktor risiko penularan HIV (Newsletter HindarAIDSNo. 46, 5 Juni 2000).

Pernyataan yang tidak komprehensif tentang HIV/AIDS terus berlanjut. Ini judul berita di Harian “Fajar”, Makassar, 2/12-2005: JK (Wakil Presiden Jusuf Kalla-pen.): Mau Tetap Berdosa, Pakai Kondom. Dalam berita disebutkan JK mengatakan: “Yang harus kita katakan adalah melakukan hubungan seks tidak dengan istri itu adalah dosa. Tetapi, kalau Anda memang tetap ingin berdosa ya, pakailah kondom agar tidak mengorbankan keluarga dan diri sendiri.”

Ini masih pernyataan Wapres Jusuf Kalla: “Anak-anak yang ditinggalkan akan memiliki gen yang lebih baik dan dapat menjadi pemain sinetron.” Itulah pernyataan Wapres Jusuf Kalla pada promosi pariwisata tentang turis Timur Tengah datang ke Puncak, Jawa Barat, untuk mencari janda atau melakukan pernikahan singkat (Harian ”KOMPAS”, 1/7-2006). (‘Pernikahan Singkat’ (Bisa) Mewariskan AIDS).

Maka, tidak mengherankan kalau sampai sekarang mitos tetap menyelimuti informasi HIV/AIDS yang menjalar ke penanggulangan epidemi HIV. Lihat saja pencegahan dan penanggulangan epidemi HIV di 40-an Perda Penanggulangan AIDS di Indonesia. Tidak satu pun pasal di perda-perda itu yang menawarkan cara pencegahan yang konkret.

Padahal, HIV/AIDS adalah fakta medis yang bisa diuji di laboratorium dengan teknologi kedokteran. Maka, penanggulangan dan pencegahannya pun dapat pula dilakukan secara medis.

Tampaknya, sebagian dari kita memilih ‘debat kusir’ soal penanggulangan epidemi HIV dengan membenturkan norma, moral dan agama kepada fakta medis. Jika paradigma kita tidak berubah, maka kita tinggal menunggu pengalaman Thailand terjadi di Indonesia.

Dua dekade yang lalu pemerintah Thailand sudah diingatkan oleh pakar epidemiologi agar menanggulangi epidemi HIV dengan serius. Tapi, penerintah Negeri Gajah Putih itu menampik dengan alasan masyarakatnya berbudaya dan beragama. Satu dekade kemudian dilaporkan kasus HIV/AIDS mendekati angka 1.000.0000. Devisa dari pariwisata hanya bisa menyumbang 2/3 kepada biaya penanggulangan HIV/AIDS di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun