Mohon tunggu...
Salman
Salman Mohon Tunggu... Administrasi - Warga Negara Indonesia yang baik hati

Presiden Golput Indonesia, pendudukan Indonesia yang terus menjaga kewarasan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keyakinan dan Kebenaran

16 Januari 2017   20:28 Diperbarui: 16 Januari 2017   20:36 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebenarnya konflik yang diakibatkan oleh ketidaktahuan adalah konflik orang bodoh yang tidak mengerti hakekat agama.Agama mengajarkan peradaban, secara etimologis agama berasal dari kata 'a' dan 'gama', 'a' artinya tidak dan 'gama' artinya kacau, jadi orang beragama seharusnya memiliki peradaban dalam menghadapi permasalahan.  

Peradaban dalam bernegera adalah ditandai dengan adanya aturan dan undang-undang, bagi pelanggarnya akan dikenai sanksi. Pelaksanaannya memang perlu diawasi tapi tidak dengan melakukan intervensi yang melibatkan massa, ini sama saja tidak menghormati konstitusi hukum dan ini merupakan tindakan yang tidak beradab.

Aksi 212 dan aksi 412 kemarin menunjukkan apa yang saya yakini bahwa di dunia ini yang abadi adalah pertikaian, perdamaian itu sementara saja. Mereka saling unjuk tampil bahwa mereka paling baik dengan cara merendahkan kelompok seberangnya. Penting untuk kita sadari bahwa perbedaan adalah ujian, kita disatukan oleh persamaan, bukan perbedaan. Perbedaan merupakan sumber konflik dan perbedaan akan terus ada dan akan semakin banyak hingga kiamat nanti, maka pertikaian di dunia ini akan terus ada, pertikaian sudah dimulai sejak dahulu kala dan akan berlangsung selama peradaban manusia, sedangkan perdamaian adalah masa istirahat dari pertikaian. Serem juga, tapi itu faktanya. Fakta  yang menyedihkannya, bahkan banyak pertikaian yang terjadi yang didasari oleh agama.

Penyebabnya, satu : Kebodohan.  Ketidaktahuan akan menghantarkan pada kesengsaraan. Oleh sebab itu, kebodohan harus diperangi, tapi memerangi kebodohan bukan hal yang mudah, pada orang yang berpendidikan sarjana pun tidak terlalu sulit bagi saya menunjukkan bahwa mereka tidak layak menyandang gelar sarjana. Sebagian besar dari mereka sampai sekarang masih tukang copy paste artikel, mungkin juga itu termasuk Anda.

Melalui tulisan ini saya mengajak Saudara untuk berpikir, karena hakekat manusia adalah berpikir, ketika ia tidak berpikir maka ia bukan manusia. Al Qur'an sebagian besar isinya adalah kisah-kisah, sejarah, dan pengetahuan dan Allah SWT dalam Al Quran begitu banyak menyeru manusia untuk berpikir. Punya pengetahuan saja tidaklah cukup jika tidak mengembangkan daya pikir. Pikiran harus terus diransang, merangsang pemikiran adalah dengan pertanyaan. Kekerdilan pemikiran akan menghantarkan kita pada keterbelakangan dan kebodohan.

Kembali lagi pada keyakinan dan kebenaran, keyakinan dan kebenaran merupakan hal yang fragile, terlebih pada keyakinan yang belum bisa dibuktikan. Bagi saya seorang statistisi kebenaran itu juga rapuh, kebenaran merupakan suatu fakta yang belum ditemukan kesalahannya, jika sudah ditemukan kesalahannya maka hal yang benar tersebut  runtuh dengan sendirinya. Begitu juga, kalau meyakini jangan fanatik sempit, itu akan mengantarkan pada kebodohan. Ada dua ungkapan yang relevan sebagai sebuah nasehat yang berhubungan dengan kebenaran, 'kalau benar jangan sombong' dan  'Jangan takut salah'.

Tapi saya berharap apa yang saya sampaikan di atas salah semua, setidaknya kalimatnya menjadi  " Perdamaian itu abadi dan pertikaian itu sementara " . Amiin

Salam Kompasiana

Di Tepian Peradaban

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun