Mohon tunggu...
Ineke Novianty Sinaga
Ineke Novianty Sinaga Mohon Tunggu... Freelancer - Public Relation

I am very passionate about writing! Melihat,membaca, menilai, menganalisa,menyindir, mentertawakan, menyukai, mengagumi, memperbaiki, mendukung.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pencucian Uang , Industri Asuransi

29 Agustus 2019   14:18 Diperbarui: 29 Agustus 2019   14:21 1460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: bulletin Quality

 Pemberitaan kasus pencucian uang dan terorisme pernah marak beberapa tahun lalu tapi kasus pencucian uang sebenarnya masih terus berlangsung hingga sekarang. Hal ini bisa kita ketahui dari  sejumlah pemberitaan soal penangkapan  pejabat negara oleh KPK melalui OTT (Operasi Tangkap Tangan) dan penangkapan tersangka teroris di beberapa daerah.

Menurut Undang-undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang bahwa Tindak Pidana Pencucian Uang (TTPU) adalahsegala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana, seperti: korupsi, narkotika, penggelapan, perjudian, penipuan, pemalsuan uang, prostitusi, di bidang perbankan, di bidang perasuransian, di bidang perpajakan, dan lain-lain. 

Tindak pidana pencucian uang dimaksudkan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah.

Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, pendanaan terorisme adalah perbuatan dalam rangka menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, organisasi teroris atau teroris.

Kasus pencucian uang dan pendanaan teroris kerap memanfaatkan jasa keuangan, seperti bank, sekuritas, pembiayaan konsumen, asuransi, atau jasa keuangan lainnya. Biasanya, modus operandi pencucian uang  yang sering dilakukan, seperti menempatkan dana hasil tindak pidana ke  sistem keuangan (Placement), memisahkan dana hasil tindak pidana dari sumbernya melalui beberapa tahap transaksi keuangan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul dana (Layering), dan mengembalikan dana yang telah tampak sah kepada pemiliknya sehingga dapat dipergunakan dengan aman (Integration).

Khususnya di bidang asuransi, contoh kegiatan yang dicurigai sebagai Tindak Pidana Pencucian Uang, seperti:

  • Membeli polis dengan jumlah premi dan Uang Pertanggungan (UP)  tidak sesuai dengan profil keuangan pembeli
  • Sistem Pembayaran dilakukan secara tunai bukan melalui transfer bank
  • Membayar premi yang biasanya dilakukan secara reguler lalu secara mendadak dilakukan dengan nilai sekaligus (lump-sump) dan  jumlahnya  besar
  • Membeli polis dengan nilai premi yang besar dan dalam jangka waktu yang pendek membatalkan polis tersebut dan meminta pengembalian uang dalam bentuk tunai walaupun rugi atau pengembalian premi melalui rekening pihak ketiga, dan masih banyak indikasi lainnya.

Perusahaan-perusahaan asuransi jiwa yang terdaftar dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah seharusnya mendukung pemberantasan kejahatan pencucian uang dan pendanaan teroris dengan  menerapkan integritas tertinggi dalam industri asuransi jiwa dan kesehatan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini untuk melindungi perusahaan dari kemungkinan kejahatan keuangan, terutama pencucian uang dan pendanaan terorisme.

 Jika perusahaan terlibat dalam tindak pidana pencucian uang dan pendanaan teroris tentunya berdampak pada reputasi perusahaan dan juga berdampak sangat buruk pada reputasi dan kedaulatan negara karena stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan menjadi terancam,  rasa aman dan ketentraman masyarakat pun terganggu serta dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebaliknya,  jika perusahaan menerapkan prinsip mengenal nasabah maka dapat menjadi kontribusi penyedia jasa keuangan bagi  keamanan negara dan pembangunan bangsa.  

Pemerintah Indonesia sendiri telah banyak melakukan upaya untuk menanggulangi pencucian uang dan pendanaan terorisme sejak tahun 1997. Namun,  perjalanan masih panjang seiring dengan perkembangan teknologi yang memunculkan berbagai inovasi  pada kegiatan sistem pembayaran,  risiko terjadinya tindak kejahatan yang ingin merusak sistem keuangan juga dapat ikut meningkat.  Untuk itu, mari kita bersama mencegah dan memberantas pencucian uang dan pendanaan terorisme agar perekonomian Indonesia semakin maju serta layak menjadi negara tujuan investasi.

Oleh: Ineke Novianty Sinaga 

Artikel dari publikasi Sequis

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun