Mohon tunggu...
Indy PratamaPutra
Indy PratamaPutra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa FISIP UIN Jakarta

Mahasiswa FISIP UIN JKT

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku Muslimah Feminis: Penjelajahan Multi Identitas

9 Mei 2021   20:18 Diperbarui: 9 Mei 2021   20:30 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di bagian selanjutnya Neng Dara dalam suatu pertemuan, seorang feminis-filosof bertanya kepadanya, apa yang terlebih dahulu akan dipilih : Islam atau feminisme? Spontan ia menjawab Islam karena menurutnya Agama Islam mengajarkan dirinya apa arti kehidupan. Sebagai muslim Neng Dara setuju dengan feminisme seperti menuntut pendidikan yang sama, upah yang setara dengan laki-laki, dan kesempatan yang sama. Namun, Neng Dara tidak setuju dengan beberapa pernyataan dari feminisme seperti "kompetisi" sebagai kata kunci dari aliran ini karena kompetisi mengandaikan start yang sama, sementara realitas sosial pada laki-laki dan perempuan seringkali berbeda.

Misalnya, bagaimana mungkin perempuan kelas bawah yang harus bejibaku dengan urusan makan sehari-hari harus berkompetisi dengan perempuan kelas menengah dan atas yang sudah melampaui urusan makan dengan kelengkapan fasilitas dan keuangan yang memadai? Bagaimana mungkin pula seorang perempuan dituntut memiliki produktivitas kerja publik yang sama dengan laki-laki, jika tanggung jawab pekerjaan rumah tangga yang memerlukan tenaga dan perhatian dibebankan seluruhnya kepada perempuan?. Neng Dara tidak menyetujui hal tersebut karena menurutnya kunci dari penindasan terhadap perempuan adalah ideologi patriarki.

Di bab terakhir yang ber tema Aku Sebagai Anak Bangsa, Neng Dara membahas tentang identitas sebagai anak bangsa yang dilatar belakangi oleh Orde Baru dan Orde Reformasi. Tidak seperti ketiga identitas diatas, menurut Neng Dara keberadaan anak bangsa hadir begitu datar dan tanpa daya gugah yang berarti.

Pada usia-usia tertentu Neng Dara belum menyadari apa itu anak bangsa, ia hanya tau etnis Sunda dan kurang berkomunikasi dengan etnis lain. Setelah ia mengalami perjumpaan dengan etnis lain tersebut akhirnya ia menyadari betapa pentingnya identitas ke Indonesiaan dalam hidup nya. Ke Indonesiaan ini pada awalnya dibentuk oleh segelintir elit yang memiliki akses pendidikan dan pengetahuan sejak tahun 1920.

Identitas kebangsaan ini ditanamkan kepada anak Indonesia mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas dan dipelajari secara berulang-ulang agar anak-anak ini nantinya memahami betapa pentingnya identitas kebangsaan yang berlandaskan pancasila ini.

Namun pada Orde Baru, kelompok-kelompok yang berbeda pandangan terutama Partai Komunis yang beranggapan anti Pancasila dan anti Tuhan membawa kerusakan bagi bangsa ini. Berikutnya di era kepemimpinan Soeharto anak bangsa pun seperti di bungkam karena pemerintahannya yang anti kritik.

Saat Soeharto berkuasa, kekuasaan berpusat ditangannya. Ia seperti raja, tetapi hidup dalam negara yang memiliki konsep modern. Tidak ada yang berani membantah perintahnya sehingga ia dapat bertahan di jabatan Presiden selama kurang lebih 32 tahun.

Lalu lahirlah era Reformasi, Prof. Dr. B.J. Habibie adalah salah seorang putera terbaik bangsa untuk bidang teknologi karena keahliannya dan ia pun akhirnya mengakhiri kepemimpinan Seoharto yang begitu lama. Semua itu tidak lepas dari keterlibatan anak bangsa dimana Mahasiswa pada masa itu melakukan demo besar-besaran untuk menurunkan Soeharto.

Namun era Reformasi yang diawali oleh Habibie tidak berlangsung lama karena kesalahannya melepas Timor-Timur, sehingga ia harus turun dari jabatannya dan digantikan oleh Gus Dur. Bagi kelompok Islam garis keras Gus Dur merupakan ancaman, karena ia menolak adanya negara Islam dan mendukung negara Sekuler. Namun era Gus Dur juga tidak berlangsung lama sehingga harus digantikan oleh Megawati Soekarnoputri.

Pada masa Megawati tidak terlalu banyak perubahan yang signifikan dan terasa datar, yang mencolok dari pemerintahan ini adalah diberlakukannya kebijakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung sehingga terdapat beberapa paslon seperti : Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi, Wiranto-Sholahuddin Wahid, Amien Rais-Siswono Yudohusodo.

Secara garis besar, menurut saya ini adalah buku yang bagus untuk dibaca. Mulai dari orientasi sampai penutupan buku ini pun lumayan menarik perhatian pembaca. Bahasa yang jelas membuat buku ini mudah dibaca seluruh kalangan masyarakat namun menurut saya pembahasan tentang feminisme ini belum terlalu lengkap dan dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun