Mohon tunggu...
Indy PratamaPutra
Indy PratamaPutra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa FISIP UIN Jakarta

Mahasiswa FISIP UIN JKT

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Review Buku "Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas" karya Neng Dara Affiah

30 Oktober 2020   16:27 Diperbarui: 30 Oktober 2020   16:31 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Bismillahirrahmanirrahim, Saya Indy Pratama Putra Shanny dari Fisip UIN JAKARTA jurusan Sosiologi dengan NIM 11191110000077. Pertama-tama saya membuat tulisan ini bertujuan untuk me-review buku berjudul Islam, Kepemimpinan dan Seksualitas karya Neng Dara Affiah. Neng Dara Affiah sendiri adalah seorang aktivis perempuan yang lahir pada bulan April 1970. Buku ini terdapat 3 bab utama, yaitu Islam dan Kepemimpinan Perempuan, Islam dan Seksualitas Perempuan, dan Perempuan Islam dan Negara. Penulis akan memberikan ulasan dan pendapat mengenai ketiga bab tersebut.

Di Bab I tentang Islam dan Kepemimpinan Perempuan, dijelaskan dengan baik tentang keutamaan Islam dalam memandang manusia, Islam memandang semua manusia setara dan tidak membeda-bedakan mereka berdasarkan kelas social, ras, dan jenis kelamin. Islam hanya memandang tinggi rendahnya derajat manusia berdasarkan kualitas ketakwaannya, kebaikannya selama hidup di dunia, dan warisan amal baik yang ditinggalkannya setelah ia meninggal (Qs. Al-Hujurat 49 : 13).

Di bab pertama ini dijelaskan juga tentang hadist riwayat Ibn Abbas yang berbunyi "masing -- masing kamu adalah pemimpin, dan masing -- masing kamu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya". Pemimpin disini memiliki makna  yang cukup luas, bisa menjadi pemimpin pemerintahan, pemimpin Pendidikan, pemimpin keluarga, dan pemimpin untuk diri sendiri.

Jika ada pro maka ada kontra, di buku karya Neng Dara juga disebutkan tentang ayat Al-Quran yang menolak kepemimpinan perempuan, "Laki -- laki adalah qowwam dan bertanggung jawab terhadap kaum perempuan" (Qs. An -- Nisa ayat 34). Yang menjadi kontra sendiri adalah kata qowwam tersebut, qowwam berarti yang bisa memimpin. Laki -- laki menjadi qowwam karena Allah melebihkan mereka dari perempuan dan karena mereka menafkahi harta mereka untuk para perempuan. Namun, dijelaskan bahwa konteks kelahiran ayat ini bukan dalam konteks kepemimpinan melainkan dalam konteks hubungan suami istri, lalu melarang perempuan menjadi pemimpin adalah sebuah keangkuhan yang bertentangan dengan konsep dasar Tuhan menciptakan manusia. Laki -- laki dan perempuan sama sama mengemban amanat menjadi khalifah (pemimpin) di muka bumi dan bertanggung jawab untuk menggunakan akal yang diberi Allah untuk mengelola bumi ini.

Selain itu, ayat ini turun berkaitan dengan kecenderungan kekerasan domestik pada masyarakat Arab Pra-Islam. Oleh karena itu, makna qawwam dapat diartikan sebagai pencari nafkah, penopang ekonomi.

Di bab pertama ini juga dijelaskan pentingnya kepemimpinan perempuan dalam berbagai ranah kehidupan dengan cara: 1) sejak kecil, pola pendidikan watak kepemimpinan, perempuan atau laki -- laki sebaiknya tidak dibeda -- bedakan. 2) Anak perempuan dan laki -- laki berhak mengakses apa saja sepanjang membuat diri mereka berkembang. 3) memberikan kebebasan untuk memilih sesuai hari nuraninya. 4) melatih jatuh bangun dala pilihannya karena dalam proses tersebut akan muncul pendewasaan hidup dan "otonomi" diri. 5) menghindari pengerangkengan perempuan dala sangkar emas atas nama "perlindungan", karena bisa menjebak perempuan menjadi kerdil dan gagap dengan realitas kehidupan nyata.

Di bab pertama ini tentang Islam dan Kepemimpinan Perempuan, saya menyukai beberapa hal di dalamnya, seperti bagaimana pandangan islam dalam memilih pemimpin, lalu apakah perempuan sanggup untuk memimpin? Padahal banyak sekali yang menentang dengan alasan perempuan tidak bisa menjadi imam saat sholat berjamaah, dan ada beberapa ayat yang membuat laki -- laki menjadi dominan saat memimpin, lalu bagaimana perempuan dilihat dari kualitasnya, bukan karena gender nya dan masih banyak ilmu baru yang bisa saya pelajari disini,

Lanjut Bab ke II, yang bertema Islam dan Seksualitas Perempuan. Pada bab ini cukup menarik perhatian saya pribadi, karena banyak ilmu yang belum saya ketahui terutama dalam pernikahan antar agama. Bahasan pertama yaitu tentang perkawinan dalam perspektif agama -- agama. Peristiwa perkawinan merupakan tahapan dalam hidup manusia yang dianggap penting dan sakral. Saking pentingnya perkawinan ini, hamper semua agama memiliki pengaturannya secara terperinci, yang mewujud dalam bentuk aturan dan persyaratan -- persyaratan perkawinan, adat -- istiadat dan pelbagai ritualnya, termasuk pengaturan perkawinan antar agama. Buku ini mencoba memaparkan konsep perkawinan pada tiga agama (Yahudi, Kristen, Islam).

Salah satu fungsi dari perkawinan menurut tafsir agama -- agama adalah untuk menciptakan ketentraman dan kedamaian antara dua orang anak manusia; laki -- laki dan perempuan pada suatu ikrar atau janji suci atas nama Tuhan. Pada janji tersebut terungkap bahwa keduanya akan saling merajut kasih, saling melindungi, saling memelihara dan saling menyayangi. Islam menyebut peristiwa ini sebagai peristiwa ijab -- Kabul. Sedangkan Katolik menyebutnya sebagai sakramen perkawinan, yakni iman dengan menggunakan simbol -- simbol tertentu untuk menunjuk kehadiran Tuhan pada saat peristiwa itu berlangsung.

Lalu fungsi perkawinan berikutnya adalah untuk melanjutkan keturunan agar bisa mewariskan ajaran agama. Dalam hal ini, perempuan sebagai "Ibu" yang mengandung keturunan tersebut mendapat banyak sekali ujian -- ujian, seolah -- olah perempuan hanya menjadi alat penghasil keturunan sehingga perempuan tidak memiliki kuasa terhadap tubuhnya sendiri, dan lebih parahnya lagi, jika perempuan yang tidak bisa menghasilkan keturunan maka ia akan di cemooh, dihina, dan dicaci maki. Memang benar, di buku ini dijelaskan juga hadist tentang memperbanyak keturunan seperti "kawinlah kamu, berketurunanlah kamu, berkembang biak lah kamu, maka sesungguhnya aku akan bangga dengan banyaknya kamu sekalian terhadap umat lain di hari kiamat nanti" (Hadis) dan "Nikahilah olehmu perempuan yang dapat memperbanyak anak".

Memang benar, anak adalah sumber rezeki bagi orang tua, apalagi anak yang berbakti kepada orang tua dan taat kepada agama, tapi di lain hal, anak adalah titipan dari Allah, maksudnya, Allah menitipkan anak tersebut ke dalam Rahim ibu dari bentuk sperma hingga menjadi bayi. Tapi titipan tersebut tidak selalu ada di Rahim ibu, jika memang sepasang suami istri sulit menghasilkan keturunan, mungkin Allah telah menitipkan buah hati nya di tempat lain, seperti panti asuhan. Di panti asuhan kita dapat meng-adopsi anak. Rencana Allah sangatlah indah, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi dan bagaimana itu bisa terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun