Mohon tunggu...
Singgih S
Singgih S Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Tani Kebun di Desa Cimayasari, Subang.

Omo Sanza Lettere Disini http/www.kompasiana.com/satejamur

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Petani Bisa Gulung Tikar tanpa Buruh Tani

26 Maret 2017   19:27 Diperbarui: 27 Maret 2017   10:00 913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Purwokerto, budidaya sayur mayur dengan sistem bergulir yang sedang di kembangkan oleh SS seorang buruh tani,klik disini. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari pemilihan dan penerapan sarana produksi pertanian (Saprotan) yang tepat sasaran, seperti pemilihan benih yang unggul dan terdaftar di Kepmentan, pemberian pupuk organik maupun anorganik yang tepat dosis sesuai kebutuhan tanamannya, pemakaian pestisida organik / anorganik tepat dosis dan tepat sasaran yakni hanya sebagai pengendali hama pengganggu tumbuhan dan pemakaian inokulasi yakni bahan yang mengandung materi bakteri atau jamur yang dapat berismbiosis dengan tanaman dalam tumbuhnya serta alat pertanian lainnya.

Namun hal tersebut tidak lepas tanpa keterlibatan rekan-rekan buruh lainnya, ada lima buruh tani yang terlibat dari dua generasi. Tiga diantaranya berumur di atas 50 tahun, sedang dua 25an. Mereka akan saya perkenalkan satu persatu penampakan, peranan dan latar belakangnya, secara singkat.

Penampakan pertama Pak Sandireja, dipanggil Pak Sandi (75), asal desa Karangmangu, Kecamatan Baturaden, beranak laki satu dan bercucu satu. Perawakan tegap, telapak tangannya tebal, tekun dan humoris.

Ia menguasi perhitungan kala mangsa dan pasaran hari yang baik dengan perhitungan yang detail dan rinci, saya kagum dengan daya ingat dan fisiknya, gigi masih lengkap.

Perananya, menyiangi gulma, kadang mencangkul dan menyiram tanaman.

Disamping buruh tani, Ia memiliki sepetak sawah dan dua kolam ikan, di kerjakan dan di rawat kala selepas pulang kerja atau saat libur dan sebenarnya sudah tidak diperkenankan buruh oleh anak semata wayangnya, namun Ia tetap ngotot dengan mottonya ‘Wong gelem gerak mesti sehat’ orang yang mau bergerak pasti sehat, ungkapnya.

Penampakan ke dua: Pak Nartam, panggilan Noto (65), asal desa Muntang, Karangtengah, beranak 4 dan bercucu 4. mantan dalang wayang kulit, nama dalang Noto Sasmito. Ia masih aktif melatih dan latihan karawitan setiap malam Minggu dengan warga desa Karangtengah, ungkapnya. Kala istirahat siang, saya suka sekali ngobrol tentang dunia pedalangan.

Perannya, menyiangi rumput sekitar kebun, penanggungjawab perawatan pohon pisang dan Ia hapal nama-namanya, seperti pisang gebyar, ambon, tanduk, kepok, emas dan lainnya, bila senggang membantu SS merawat sayur-mayur dan memanen sayur mayur.

Penampakan ke tiga: Pak Warkum (55), asal desa Karangtengah, rumah tinggal di samping kebun, beranak laki satu dan sudah bercucu satu. Perawakan tegap cekatan dan serba bisa olah palawija.

Perananya, merawat seluruh kebun, baik menyiangi rumput, mencangkul, menanam singkong, ubi jalar dan kacang tanah.

Disamping buruh, Ia punya 6 ekor kambing dan kolam ikan, selepas jam istirahat Ia pergi merumput.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun