Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Sepuluh Manfaat Membaca

16 Mei 2014   11:51 Diperbarui: 16 Februari 2016   13:51 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengenalan Kegiatan Membaca Sejak Usia Dini

Setiap kali mengunjungi toko buku, mendadak saya menjadi pembelanja impulsif. Masih bagus kalau saya bisa mengeremnya. Saya selalu punya pembenaran untuk membeli buku apa pun yang menarik minat saya. Untuk buku, saya tidak mengenal adanya kategori alasan: prioritas, urjen, penting, perlu, atau pun sekadar ingin dan tergoda. Pokoknya beli saja.

Bagi saya ini seperti "bawaan orok". Saya penggila buku sejak kecil. Lebih tepatnya, suka mengoleksi buku. Pernah saat di rumah kena giliran pemadaman listrik, saya nekad membaca di tengah temaramnya nyala lilin atau teplok jadul.

Saat kecil saya kadang disuruh Ibu membeli krupuk ke warung dekat rumah. Apa yang saya lakukan dalam perjalanan menuju warung dan sebaliknya? Saya merunduk menatap jalanan yang untungnya cukup sepi, berharap menemukan secarik kertas jatuh yang bisa menjadi bahan bacaan instan. Asyik juga. Ada saja yang saya temukan: kadang kertas bekas bungkus makanan yang ada tulisan tangan berisi hitung-hitungan bon, pernah juga secuil koran yang entah kenapa, tak akan luput dari perhatian saya untuk membacanya.

[caption id="attachment_336390" align="aligncenter" width="269" caption="Sellyn hobi membaca sejak TK. (Foto: Indria Salim)"][/caption]

Saat berumur 5 tahun dan belum bisa membaca, saya mendapatkan sebuah buku dari Ayah. Buku itu semacam buku pengenalan nama-nama benda dalam bahasa Inggris yang bergambar warna warni. Bukunya hardcover, berukuran majalah, dan kertasnya tebal. Yang sampai sekarang saya tak pernah lupa, itu pertama kalinya saya mengenal kata "watermelon", "a sailor", "banana", dan "a house".

Sejak itu, saya selalu punya imajinasi tersendiri tentang buah semangka. Bagi saya seiris besar semangka itu sangat fantastis. Buahnya besar, ada biji hitam kecil-kecil di antara daging buah merah yang membuat mata saya melek dan berkejap-kejap, lalu  ingin melahap dan menyesap manis daging buahnya. Ironisnya, waktu itu ayah saya melarang kami makan semangka. Alasannya, buah yang sangat berair dan manis ini bisa bikin sakit panas dalam. Duh, ternyata almarhum ayah saya dalam hal itu cukup kuno karena memercayai mitos seperti itu ya.

Ada lagi satu buku cerita berbahasa Inggris "The Wise Robbin" hadiah dari ayah ketika saya bahkan belum bisa membaca lancar dalam bahasa apa pun. Saya kan poliglot, bisa berbicara setidaknya lima tiga bahasa: Jawa, "Indonesia" (yang ini tolong jangan disebut sebagai "bahasa" ya - orang yang kurang cermat akan bilang "Do you speak bahasa?" kepada orang asing, alih alih bilang, "Do you speak Indonesian"?),  lalu bahasa gaul, dan bahasa alay (bisa tetapi hanya sedikit) - ah saya bercanda kok.

[caption id="attachment_336391" align="aligncenter" width="266" caption="Buku Bacaan Masa Kecil Yang Membekas (Foto: http://notesonpaper.blogspot.com)"]

14001904921897909971
14001904921897909971
[/caption]

Buku cerita anak "The Wise Robbin" sangat membekas di benak saya, meskipun waktu itu saya tidak tahu isi cerita lengkapnya. Saya hanya menduga-duga dari gambar-gambarnya, yang lagi-lagi ditampilkan penuh warna yang mencerahkan mata memandang.

Yang saya ingat dari penuturan Ibu, buku itu menceritakan tentang sepasang burung (Robbin) bernama Mr. & Mrs. Robbin. Di suatu musim dingin, Mrs. Robbin melihat perada yang menghiasi pohon natal di sebuah rumah. Demi sang isteri yang menginginkan perada buat sarangnya, Mr. Robin memasuki rumah itu untuk mengambil perada yang menjadi hiasan pohon natal. Ternyata ia terjebak karena ketahuan oleh pemilik rumah yang akan membuka hadiah-hadiah natal di pohon itu. Namanya juga cerita anak, maka kisahnya berakhir bahagia.

Buku lain yang sampai sekarang memberi kesan membahagiakan adalah buku "Tembang Dolanan" berbahasa Jawa, dan bergambar hitam putih mirip komiknya "Panji Koming" di Koran Kompas. Lagi-lagi, sebagai anak-anak, pengaruh ilustrasi pada sebuah buku besar perannya dalam membuat kesan mendalam di benak saya, sampai kini. Sayangnya buku itu sudah hilang entah ke mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun