Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gado-gado untuk Anda!

21 Oktober 2015   13:24 Diperbarui: 21 Oktober 2015   13:52 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini ada saja berita yang mengingatlan saya pada pemahaman bahwa kehidupan dan kematian seseorang itu mutlak misteri Sang Ilahi. Seorang sahabat diberitakan wafat, setelah kurang dari setahun dia menderita kanker ovarium. Sebelumnya, sahabat lain mengabarkan suaminya yang dinikahinya setahun yang lalu, meninggal karena kanker hati. Padahal, baru setahun lalu pula saya berbincang hangat bertiga, makan siang bersama, dan meyakinkan bahwa saya akan hadir di pesta pernikahan kedua pasangan berbahagia itu.

Seorang sahabat sesama penggemar buku, mendadak menjadikan postingan dan statusnya di fb merupakan tanda perpisahan bagi kami para sahabatnya. Sungguh misterius, postingan terkahirnya itu memajang fotonya bersama anak laki-laki dan cucu laki-laki si Bapak, dengan penjelasan – “Kami tiga generasi. Waktu muda, saya seganteng kedua pria muda yang bersama saya ini.”

Saya sedih dengan kepergian mereka. Namun di balik itu, saya kagum dengan apa yang mereka tinggalkan bagi kami, yang mengenal mereka. Sebuah semangat yang membekas di hati, dan menjadi inspirasi yang hidup bagi kami. Ada prestasi, pencapaian diri, dan hal lain yang mereka bagikan untuk kami selama hidup mereka.

Tidak semuanya saya ungkapkan di sini, namun intinya saya terus diingatkan bahwa bangun pagi menjemput hari, itu anugerah. Satu tarikan napas yang menandakan berkat dan izin-Nya untuk saya melanjutkan kehidupan dengan harapan baru, dan melakukan hal terbaik yang saya mampu. Kalau ada hambatan di tengah jalan, itu bisa kita lihat sebagai kesempatan membuktikan kekuatan sebuah tekad, niat yang harus mengatasinya.

 Sakit penyakit, dari yang ringan sampai yang berat, dari yang kronis sampai yang kritis, semua membawa hikmah masing-masing – baik bagi keluarga si sakit, maupun bagi pasien sendiri. Pikiran positif menjadi terapi tersendiri, di luar usaha medis yang diterapkan dalam metode penyembuhan pasien.

Saya teringat dua bulan lalu membaca tulisan seorang teman netizen yang juga cerpenis. Dia sudah menjalani enam kali kemoterapi untuk menghambat perkembangan kanker usus besar yang merongrong kesehatannya selama satu tahun terkahir ini. Mengagumkan sekali membaca tulisannya yang mengungkapkan ketegarannya bertemu dengan “Pangeran Tampan” yang sering mengunjunginya dalam masa sakitnya yang kadang tidak tertahankan. Teman saya yang cerpenis ini, mengatakan bahwa di matanya, “malaikat maut” itu bagaikan Pangeran Tampan yang mencoba menggoyahkan imannya. Katanya, “"Saya tidak takut mati, saya takut sakit.

Itulah hidup. Tidak semua yang hidup seperti itu. Kita bisa mengingat mereka yang kecanduan narkoba misalnya, bagi saya mereka seakan mengabaikan hidupnya, sehingga bagi orang lain yang sekadar melintas dalam kehidupan mereka – tentu menganggap pecandu ini sebagai orang yang mati dalam kehidupannya.

Pagi ini saya melihat video Wanda B Goines, seorang wanita lansia (92 tahun) yang membacakan puisi yang ditulisnya sendiri untuk pengasuhnya bernama Kathryn Clausnitzer Wilson Kathryn Clausnitzer Wilson. Puisi Wanda yang berjudul Kertas Kado & Permata, adalah tentang penerimaan dan penghargaan dirinya pada proses penuaan yang dialaminya, suatu hal yang oleh kebanyakan orang berusaha dihindari dan dicegah dengan segala usaha. Tidak salah memang, semua berhak menikmati kehidupan dengan cara masing-masing.

Saya kutip bait terakhir puisi Wanda, “ … So focus your attention on the inside, not the out, on being kinder, wiser, more content, and more devout. Then when your gift wrap is stripped away, your jewel will be set free to radiate God's glory throughout eternity." (  “ … Jadi, pusatkan perhatian pada apa yang ada di dalam dan bukan di luar. Jadilah lebih baik, ramah, bahagia, dan penuh keyakinan. Kemudian, ketika kertas kadomu terkoyak, permatamu akan bebas, untuk mengilaukan kebesaraan Tuhan dan menembus keabadian.” )

Puisi Wanda memberikan inspirasi tentang sebuah penerimaan, dan penghayatan tentang makna kehidupan dan proses perjalanannya, yang dalam kisah Wanda, dia ‘nikmati’ dalam rentang waktu cukup panjang.

Wanita inspiratif dalam kerutan wajahnya, mengingatkan saya pada Dr. Maya Angelou, seorang penulis buku, puisi, skenario, pembicara & ahli pidato, dan aktris Afro-Amerika pertama yang tampil membacakan puisi karyanya dalam pelantikan Presiden Amerika Serikat – Bill Clinton (1993). Saat itu, Maya Angelou membacakan puisinya berjudul "On the pulse of Morning" dan karya tersebut juga mendapat Penghargaan Grammy  pada tahun yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun