Ke hutan, ke gunung, ke pasar dan seluruh pelosok kampung, dia menyelidiki setiap apa yang bisa ditangkap dengan seluruh panca inderanya. Indera keenam membisikkan hal berbeda kepadanya.Â
Di pusat kota yang sibuk, beberapa orang berseragam mengejar untuk menangkapnya.
Menyelam jauh ke dasar palung, hanya ada kegelapan beku yang merontokkan nyalinya.
Dia masih mencari, dan mencari. Ketidaktahuan, rasa bingung yang menyesatkan, atau pemahaman rancu mendorongnya berkelana semakin menggila.
Kepada seekor burung hantu, dia bertanya. Burung malam itu hanya menatap tajam, mengepakkan sayapnya sebelum akhirnya menghilang dari pandangan matanya.
Lelaki tua yang dulu pemuda tampan itu, mengoyak bajunya yang lusuh dan tercabik debu ingatan. Tubuhnya berguncang hebat, memaksakan sepasang mata tuanya agar menderaskan air mata yang telah lama mengering. Lalu sunyi.
Sekelompok warga desa menemukan tubuhnya terkulai tidak bernyawa, menelungkupi sebuah nisan dengan nama seseorang yang memenuhi hampir seluruh jiwanya.
Menahan air matanya, Tetua bijak di desa itu bergumam lirih, "Dia menemukan apa yang dicarinya, kengerian dahsyat yang tidak mampu ditanggungnya."
:: Indria Salim ::