Hidup penuh semangat dan rasa syukur, telah ditunjukkan oleh seorang sopir gojek.
Sejak komunikasi di WA, nada berbahasanya terkesan agak kocak. Kalau biasanya sopir menyebut "kak" di WA, sopir ini menulis "mbak Boss" -- menurutku itu lucu.
Begitu sampai di rumah mengantar makanan, dia bilang terima kasih dan siap beranjak pergi, padahal belum kuberi tips. Aku terkesan dengan gerak tubuh dan ekspresi wajahnya, menyiratkan kegembiraan mengantar makanan sesuai yang kupesan, sekaligus makna ucapan terima kasih yang disampaikannya dengan tulus.
Aku memastikan apakah gopay sudah membayarnya. Sopir bilang, "sudah," katanya. Kuminta dia top up go pay-ku, kubayar dengan lebihan super super dikit, tidak seperti biasanya karena di dompet pas nggak ada nominal yang "biasanya".
Kalau top up, yang dibayarkan sama, nggak ada tambahan. Wajahnya bersungguh-sungguh saat menegaskan itu, seakan dia tidak biasa, atau juga tidak paham bahwa kelebihan uang itu memang kumaksudkan sebagai bonus atau tips buatnya.
"Gak papa, cuma dikit ini".
Dengan ekspresi lucu, dia "ngegremeng" lebih ditujukan kepada diri sendiri, "Duh baik banget."
'Bagaimana kalau dia kukasih lebihan yang agak banyak?" batinku dengan agak malu mengingat tips yang tidak seberapa.
Wong cilik seperti kami (kita), tampaknya lebih mudah bersyukur, dan menerapkan kejujuran nyata. Ini bukan pertama kalinya aku menjumpai nilai kebaikan seperti yang ditunjukkan dari sikap sopir gojek itu. Kebaikan menurutku melipatgandakan kebaikan lainnya, berikutnya, dan seterusnya. Semoga.
Salam Kompasiana. | Indria Salim |