Mohon tunggu...
Indriansyah
Indriansyah Mohon Tunggu... Pengacara - Pengacara

Pengacara Muda di MHT LAW FIRM

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Tak Perlu Ubah UUD 1945

29 November 2022   14:00 Diperbarui: 29 November 2022   14:11 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PENUNDAAN PEMILU DAN PERPANJANGAN MASA JABATAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAK PERLU UBAH UUD 1945

Akhir-akhir ini wacana untuk menunda pemilu (menambah masa jabatan DPR, DPD, MPR, Presiden dan Wakil Presiden) hasil pemilu dan Pilpres tahun 2019 dan penambahan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden menjadi 3 (periode) menjadi sebuah topik pembicaraan elit politik dan hampir semua elemen masyarakat. Lantas yang menjadi pertanyaan adalah dapatkah hal ini dilakukan? Untuk dapat melakukan hal tersebut pertanyaan yang muncul adalah apakah hanya dapat dilakukan dengan mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) atau tidak ?. Perseolan ini tentunya dapat dijawab melalui sebuah kajian hukum yang lebih spesifik yaitu hukum konstitusi yang merupakan cabang khusus dari Hukum Tata Negara. 

Hal ini dikarenakan berdasarkan Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa "Negara Indonesia adalah negara hukum". Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1 Ayat (3) UUD tersebut maka kajian mengenai konstitusipun harus dibahas berdasarkan hukum. Apabila dikaji secara teori hukum maka konstitusi itu bukanlah hanya UUD semata melainkan ada juga yang nama Konvensi Ketatanegaraan. Kedudukan konvensi ketatanegaraan ini secara hukum sama halnya dengan UUD. Dengan kata lain, Konstitusi terbagi menajdi dua yaitu UUD dan Konvensi Ketatanegaraan yang kedudukannya sama yaitu hukum dasar sebuah negara. 

Berdasarkan teori hukum konstitusi, Konvensi Ketatanegaraan ini terbagi menjadi dua yaitu: Kebiasaan Ketatanegaraan dan Kesepakatan Ketatanegaraan (Agreement). Kebiasaan Ketatanegaraan merupakan praktek ketatanegaraan yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi Konvensi Ketatanegaraan. Konvensi Ketatanegaraan yang bersifat kesepakatan (Agreement) terbagi lagi menjadi dua Kesepakatan yang tertulis dan Kesepakatan yang tidak tertulis. 

Bertitik tolak dari hal-hal tersebut di atas, maka tentunya penundaan Pemilu secara hukum tentunya akan berdampak pada memperpanjang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota MPR, Anggota DPD, dan Anggota DPRD. 2 UUD 1945 Pasal 22E Ayat ((1) menyatakan: "Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali". Selanjutnya Ayat (2) menyatakan: "Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah". 

Hal ini juga menjadi landasan bahwa masa jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan perwakilan Rakyat Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam satu periode adalah selama 5 (lima) tahun. Mengenai masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden Pasal 7 UUD 1945 menyatakan: "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan".

Berdasarkan ketetuan Pasal ini maka jelas bahwa berdasarkan UUD 1945 seseorang hanya dapat memegang jabatan Presiden atau wakil Presiden selama 2 (dua) periode dengan masa jabatan selama 10 (sepuluh) tahun. Oleh karena itu, maka Penambahan masa jabatan DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden melalui penundaan pemilu atau penambahan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden dari 2 (dua) periode menjadi 3 (tiga) periode dapat dilakukan dengan cara merubah ketentuan yang ada dalam UUD 1945.

 Akan tetapi, permasalahan yang timbul adalah mengamandemen UUD 1945 bukanlah hal yang mudah. Hal ini dikarenakan prosedur yang telah ditentukan dalam Pasal 37 UUD 1945 sangatlah sulit dan apabila amandemen dilakukan maka nantinya ditakutkan akan mengacaukan kembali sistem ketatanegaraan dikarenakan apabila kran amandemen telah dibuka maka substansi yang diamandemen bisa liar kemana-mana. Selain itu, proses amandemen membutuhkan waktu yang panjang sementara Pemilu 2024 sudah didepan mata dan prosesnya akan segera dimulai. Maka oleh karena itu, apabila dikaji dari teori hukum maka disamping UUD 1945 ada Konvensi Ketatanegaran yang keduanya mempunyai kedudukan yang sama yaitu sebagai Konstitusi. Lantas pertanyaan yang muncul adalah Konvensi Ketatanegaraan yang bagaimana yang dapat dilakukan untuk dapat menambah masa jabatan DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden atau menambah masa jabatan Presiden Menjadi 3 (tiga periode) agar sesuai dengan hukum dan tidak melanggar Konstitusi (Inkonstitusional) ?. Adanya konvensi ketatanegaraan dalam penyelenggaraan negara bukanlah merupakan hal yang salah, dikarenakan secara teori konstitusi itu sendiri terdiri dari konstitusi tertulis (UUD) dan konstitusi tidak tertulis (konvensi ketatanegaraan).

Perlu 3 diketahui bahwa hampir semua negara-negara modern di dunia di samping mempunyai konstitusi (UUD yang tertulis) dalam praktik penyelenggaraan negara mengakui adanya apa yang disebut konvensi. Konvensi selalu ada pada setiap sistem ketatanegaraan, terutama pada negara-negara demokrasi. Istilah konvensi berasal dari bahasa Inggris convention. 

Secara akademis seringkali istilah convention digabungkan dengan perkataan constitution atau contitusional seperti convention of the constitution. Konvensi adalah (hukum) yang tumbuh dalam praktek penyelenggaraan negara, untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan (mendinamisasi) kaidah-kaidah hukum perundang-undangan atau hukum adat ketatanegaraan. Konvensi itu berkembang karena kebutuhan dalam praktek penyelenggaraan Negara. 

Konvensi merupakan salah satu sumber Hukum Tata Negara dalam arti formal. Konvensi merupakan faktor dinamika sistem ketatanegaraan suatu negara, terutama pada negara-negara demokrasi. Konvensi ketatatanegaraan tidak hanya berfungsi melengkapi kaidah-kaidah hukum ketatanegaraan yang ada, melainkan untuk menjadikan kaidah-kaidah hukum terutama Undang-Undang Dasar dapat berjalan sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan dalam penyelnggaraan negara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun