Mohon tunggu...
Indria
Indria Mohon Tunggu... Freelancer - Tukang ketik

Sama seperti orang kebanyakan. menulis karena ingin berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Laporan Tim Pencari Fakta Komite Umat Untuk Tolikara

31 Juli 2015   19:59 Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:30 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

KRONOLOGI INSIDEN TOLIKARA

Senin, 13 Juli 2015
 1.         Selembar surat ditemukan oleh anggota intel Polres, Bripka Kasrim yang tengah berada di Pos Maleo. Surat tersebut berasal dari Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) Badan Pekerja Wilayah Toli dengan nomor surat 90/SP/GIDI-WT/VII/2015 yang ditandatangani oleh Ketua Wilayah Toli, Pdt Nayus Wenda, S.Th dan Sekretaris, Pdt Marthen Jingga S.Th, MA dengan tembusan Polres Tolikara. Surat yang ditujukan kepada umat Islam se-Kabupaten Tolikara ini memberitahukan adanya kegiatan Seminar dan Kebaktian Kebangkitan Ruhani (KKR)  Pemuda Geraja Injili Di Indonesia (GIDI) tingkat Internasional pada tanggal 13-19 Juli 2015.  

Dalam surat itu juga berisi poin-point LARANGAN yang kami tulis sebagaimana aslinya, sebagai berikut:
a.         Acara membuka lebaran tanggal 17 Juli 2015, kami tidak mengijinkan dilakukan di wilayah Kabupaten Tolikara
b.        Boleh merayakan hari raya di luar Kabupaten Tolikara (Wamena) atau Jayapura.
c.         Dilarang Kaum Muslimat memakai pakai Yilbab.
2.        Anggota intel, Bripka Kasrim memfoto surat, kemudian melaporkan melalui alat telekomunikasi handy talky kepada Kapolres Tolikara saat itu, AKBP Soeroso, SH, MH tentang adanya surat tersebut. Foto surat itu pun dikirimkan kepada Kapolres, dan Kapolres langsung mencetak foto tersebut.
3.        Selanjutnya,  Kapolres melalui telepon menghubungi Bupati Tolikara, Usman Wanimbo. Saat komunikasi itu, diketahui Bupati sedang berada di Jakarta, dan baru akan kembali ke Tolikara pada keesokan harinya (14/7). Namun, Kapolres tetap menyampaikan perihal isi surat tersebut dengan membacakannya.
Menanggapi informasi itu, menurut Kapolres, Bupati menyampaikan, “Itu tidak betul! Saya akan telepon ketua GIDI wilayah Tolikara. Saya akan minta itu (surat) dicabut atau diralat.”
Lalu, Kapolres menyatakan, “Itu yang saya mau, karena itu akan menimbulkan keresahan umat Islam.”
4.        Kapolres juga menghubungi Presiden GIDI, Pdt.Dorman Wandikbo, S.Th di Jayapura, melalui telepon. Komunikasi melalui telepon itu direkam oleh Kapolres. Menanggapi informasi dari Kapolres, berikut ini kutipan tanggapan Presiden GIDI dalam rekaman yang kurang jelas suaranya itu, “Pak Kapolres, nanti saya akan berkordinasi dengan adik-adik  ....”
Kapolres kembali menyatakan, “Jadi izin Bapak, untuk pengamanannya kami sudah siap mengamankan seluruh kegiatan GIDI maupun kegiatan lebaran. Jadi kami sudah siapkan pengamanan, TNI dan Polri akan bersama-sama agar kegiatan ini aman kondusif dan lancar tanpa hambatan. Kedua, saya juga sudah lapor Pak Bupati. Pak Bupati sependapat dengan Presiden GIDI, nanti Pak Bupati akan tiba di Tolikara lagi. Saya harap agar tidak menimbulkan keresahan bagi warga Muslim, mohon ditinjau kembali dan dicabut agar tidak menimbulkan permasalahan. Terutama masalah SARA, Pak Presiden.”
Presiden GIDI juga mengatakan. “Saya akan telepon Pak Bupati sebentar, saya juga akan telepon Pak Nayus, dan juga adik sekretaris. Saya akan telepon mereka, Bapak. Sekali lagi itu anak-anak emosional, saya sampaikan permohon maaf. Cukup Bapak saja tidak usah sampaikan kepada teman-teman Muslim yang lain. Itu sangat tidak sehat, dan kurang sehat untuk surat itu. Saya pesan begitu”
Kapolres menyatakan, “Baik, itu hanya akan di tangan saya saja. Nanti tokoh-tokoh Muslim nanti akan saya panggil juga.”  
 
Rabu, 15 Juli 2015
1.         Kapolres kembali melakukan komunikasi dengan  Bupati dan Presiden Geraja Injili Di Indonesia (GIDI), karena pada siang hari itu akan ada acara pembukaan Seminar dan KKR. Namun Kapolres tidak mengikuti acara pembukaan, karena ada perang suku di Kampung Panaga, Tolikara. Kapolres berangkat ke lokasi perang suku itu bersama Bupati dan Ketua DPRD Kab Tolikara.
2.        Pada malam harinya, Kapolres yang mendapat kabar ada peresmian monumen Geraja Injili Di Indonesia (GIDI) di bagian atas Tolikara. Dalam acara peresmian monumen itu, Muspida yang hadir hanya Kapolres. Kehadiran Kapolres saat itu hanya ingin menegaskan kepada Presiden GIDI agar tidak terjadi gejolak. “Pak, saya ingatkan kembali tanggal 17 Juli, umat Islam akan melaksanakan Idul Fitri. Masalah surat kemarin agar ditindaklanjuti.”
Kepada Kapolres, Presiden Geraja Injili Di Indonesia (GIDI) dengan tegas menyatakan dan menjamin shalat Idul Fitri. “Iya gak apa-apa, Pak Kapolres. Silakan dilanjutkan.”
Pak Kapolres membalas, “Pak mohon ijin, masalah surat kemarin itu agar ditindaklanjuti.”
Kapolres juga menyatakan, bahwa ada ada orang asing yang datang, yaitu dari perwakilan Israel, Belanda, dan Papua Nugini (untuk menghadiri KKR)
Kamis, 16 Juli 2015  
1.         Sore hari, Kapolres menelepon Presiden GIDI lagi, namun tidak diangkat. Lalu mengirimkan pesan singkat yang isinya : Mohon ijin saya telepon, mohon diangkat. Baru dijawab 30 menit kemudian, namun saat dihubungi telepon tidak terangkat.  Dan hanya membalas dengan SMS, “Maaf Bapak, saya sedang di lapangan.”
2.        Akhirnya, Kapolres  mengirim pesan singkat: “Bapak ijin mengingatkan kembali bahwa besok salat Idul Fitri mulai dari 06.30 – 07.30.” Presiden GIDI menjawab pesan singkat itu: “Baik Bapak, terima kasih. Selama melaksanakan shalat, Tuhan memberkati.”
3.        Malam hari, sebelum ada pengumuman isbat 1 Syawal, Kapolres mendatangi masjid sekitar pukul 19.30 WITA, kesepakatan para pengurus pelaksanaan shalat dilaksanakan di halaman Markas Koramil, karena masjid hanya menampung 100 orang jamaah, sedangkan jamaah shalat diperkirakan 300 orang. Kapolres juga menyatakan siap memberikan pengamanan selama shalat Ied.
4.        Arkam Jalil, salah seorang warga Muslim mengaku pada malam itu belum mendapat kepastian perihal diadakan shalat Id. Berkaitan dengan adanya surat edaran dari GIDI yang sudah beredar di tengah masyarakat.
Jum’at, 17 Juli 2015
 1.         Pukul 7 pagi, shalat Idul Fitri dimulai. Sebelum itu, Kapolres yang duduk di belakang imam shalat Id, Junaedi, agar pelaksanaan shalat Ied harus sudah selesai pukul 07.30 WIT.
2. Konsentrasi massa sudah mulai berkumpul di 3 titik yang mengarah ke lokasi shalat Id. Pertama, depan kantor BPD. Kedua, dari arah Jalan Irian yang akan masuk melalui jalan samping Markas Koramil. Ketiga, Jl Gili Batu yang berada di bawah Markas Koramil.  
3.        Lettu Inf TNI Wahyudi Hendra, Komandan Pos Pengamanan Daerah Rawan (Pos Pam Rawan) mengaku, pada takbir kedua sudah mendengar suara massa yang memprovokasi dengan melempar atap seng kios dan teriakan-teriakan hentikan shalat. Mendengar itu, Lettu Wahyudi langsung meninggalkan shalat sambil mengajak pasukan lainnya yang tengah shalat. Wahyudi langsung memerintahkan memperkuat anggota TNI yang tengah berjaga bersama Brimob dan anggota polisi Polres.
 4.        Sementara itu, Kapolres meninggalkan shalat saat takbir ke-7. Bahkan Kapolres meminta agar Imam menhentikan Shalat. “Pak Ustadz, sudah hentikan nggak usah dilanjutkan.” Kapolres langsung balik kanan dan langsung menugaskan anggota polisi untuk mengamankan ibu-ibu dan anak-anak ke belakang kantor Koramil.
Dalam penuturan yang sama, Kapolres dan Komandan Pos Pam Rahwan, mendengarkan adanya teriakan mass, “Hentikan...bubarkan ...” Diiringi lemparan batu, seng, dan kayu ke arah jamaah yang makin riuh.  
Menurut Kapolres, massa yang pertama mendesak masuk dari titik pertama berjumlah 150 orang. Massa dari titik ini melakukan penyerangan pelemparan batu. Kapolres bersama 10 orang petugas gabungan dari Polisi, Brimob, dan TNI mencoba menghalau massa sambil bernegosiasi dengan massa. “Saya Kapolres, mohon jangan melempar.” Massa berhasil dihalau.
Sementara, massa dari titik kedua mulai merangsek masuk jalan samping Koramil. Kapolres beranjak ke titik massa kedua, “Dikhawatirkan massa itu akan menerobos masuk ke arah lapangan Koramil.” Kapolres kembali melakukan negosiasi dengan memegang megaphone yang dibawa oleh massa yang ingin menghentikan shalat Ied.  “Saya Kapolres, saya sudah koordinasi dengan Bupati dan Presiden GIDI.”
Saat negosiasi itu, terdengar suara letusan tembakan. Kapolres beranjak dari titik kedua menuju titik massa pertama untuk mencari sumber suara tembakan. Namun, gelombang massa titik pertama ini kian besar diperkirakan Kapolres mencapai 500 orang. Sementara di saat yang sama, kepulan asap sudah meninggi dari arah kios milik Pak Sarno yang juga ketua DKM Baitul Muttaqin yang berjarak sekitar 20 meter dari masjid.
Hal ini dibenarkan Pak Sarno, Ketua Dewan Kemakmuran Masjid Baitul Muttaqin yang ditemui TPF, “Titik pertama memang berada di kios saya. Itu pun sebenarnya, aksi pembakaran itu sudah dihalau oleh tokoh tua GIDI.”
4.        Kapolres yang masih menghalau gelombang massa di titik pertama mengaku mendapatkan pukulan di dada kiri. Bahkan, Kapolres menyaksikan, Bupati yang datang menghalau massa itu diabaikan, bahkan sempat terdorong desakan massa. Setelah itu, Kapolres mengaku tak lagi melihat keberadaan Bupati.
 5.        Menurut Kapolres, kebakaran yang menghanguskan 64 kios di tanah (Informasi dari Panitia Pemulihan Tolikara) seluas sekitar 4000 m2 itu berlangsung selama 2 jam. Setelah kejadian itu, Kapolres mengaku mendapatkan informasi ada korban luka tembak yang dibawa ke rumah sakit di Wamena.
6.        Tentang luka tembak ini, berdasarkan berita yang dimuat di koran Cenderawasih Pos, 29 Juli 2015. Keterangan dari dokter menyatakan, luka tembak pada korban itu berasal dari pecahan proyektil ditembakkan ke bawah (richocet).  
 
TEMUAN TPF LAINNYA:
1.Perizinan
Berdasarkan informasi dari Kapolres, kegiatan Seminar dan Kebaktian Kebangkitan Ruhani (KKR) Pemuda GIDI sudah lama direncanakan. Namun, sampai 1 bulan sebelum acara, Intel Kam Polres belum menerima surat izin keramaian dari panitia pelaksana kegiatan Seminar dan KKR Pemuda GIDI. Padahal, kata Kapolres, acara ini akan menghadirkan tamu asing. Semestinya, izin harus datang dari Intelkam Mabes Polri diteruskan kepada kepolisian terkait.
Pada tanggal 6 Juli 2015, Kapolres memanggil wakil ketua pelaksana, Yakob Jikwa. Kapolres. menanyakan soal izin keramaian yang belum juga masuk ke Polres. Kapolres juga meminta visa orang asing dan KTP panitia penyelenggara.
Yakob Jikwa mengatakan sudah diurus oleh panitia tingkat propinsi. Kapolres mengecek ke Dir Intelkam Polda Papua, namun diketahui belum ada surat izin yang diajukan oleh panitia.
Kapolres mengaku kebingungan landasan Polres memberikan pengamanan. Akhirnya, pada tanggal 13 Juli 2015, Kapolres memerintahkan Wakapolres dan Kasat Binmas mendatangi sekretariat panita menanyakan soal izin keramaian dan permintaan pengamanan. Kata Kapolres, kalau tak bisa, buatkan saja konsepnya dan suruh panitia melakukan tandatangan. Wakapolres melaporkan, bahwa panitia sedang mengonsep surat. Sebenarnya, kata Kapolres, Kapolres tidak punya kewenangan dalam memberikan izin. Tapi kondisinya di Tolikara, kata Kapolres, manusia sudah penuh untuk mengikuti kegiatan tersebut. Diperkirakan peserta mencapai 2000 orang, namun jika ditambah masyarakat yang ingin menyaksikan bisa mencapai 4000 orang.
2.       Sertifikat Tanah
TPF mendapatkan foto sertifikat tanah yang menjadi lokasi pembangunan Masjid Baitul Karim. Dalam sertifikat hak milik bernomor 26.03.09.02.1.00797 tersebut diketahui bahwa nama pemilik yang tercantum adalah MASRUN. Sertifikat dengan Daftar Isian 208 No 264/1991 ini dalam keterangan surat ukur memiliki luas 509 m2.
3.       Pengecatan Rumah/Kios dengan Warna Bendera Israel
Ali Usman, pedagang sembako yang kiosnya terbakar mengatakan bahwa terdapat surat edaran dari GIDI yang berisi kewajiban agar mengecat kios-kios dengan warna putih biru seperti motif warna bendera Israel. Dalam surat itu, kata Ali Usman, pedagang yang tidak mengecat kiosnya dengan warna tersebut akan diusir dari Tolikara. Sementara itu, TPF juga menemui seorang pedagang asal Sulawesi yang mengatakan, jika tidak mengecat kiosnya dengan warna tersebut akan didenda uang sebesar Rp 500.000,-. *

KESIMPULAN LAPANGAN SOAL INSIDEN TOLIKARA

1.       Insiden Tolikara sama sekali bukan kasus kriminal biasa. Dan bukan kasus spontanitas. Namun ditengarai ada upaya untuk menciptakan dan mengusik kehidupan beragama secara sistematis. Faktanya massa yang mengepung jamaah shalat Ied berasal dari tiga titik, dan ada suara-suara yang mengomando penyerangan.
2.      Insiden Tolikara termasuk pelanggaran HAM berat, karena Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) menghalangi umat beragama lain untuk melakukan ibadah dan menjalankan ajaran-ajaran agamanya.
3.      Presiden Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) patut dijadikan tersangka, karena tidak mengindahkan dan abai terhadap peringatan yang dilakukan oleh Kapolres, sehingga insiden yang melukai umat muslim ini terjadi.
4.    Faktanya, massa Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) yang berkumpul telah melakukan teror dengan melakukan pelemparan baik secara langsung kepada jamaah sholat Ied ataupun dengan melemparkan batu ke atap seng kios yang membuah suara gaduh untuk membubarkan sholat Ied.
4.      Faktanya, pembakaran dimulai dari rumah Ketua DKM, Sdr Sarno, yang jaraknya terhitung sangat dekat dengan masjid, yang hanya 20 meter.
5.      Lahan Masjid Baitul Muttaqin memiliki sertifikat resmi. Ini mematahkan anggapan bahwa masjid ini berdiri di atas tanah ulayat.
 
KESIMPULAN LAPANGAN SOAL GEREJA INJILI DI INDONESIA(GIDI)
1.       Lembaga Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) bukan sekadar sinode.  Gereja Injili DI Indonesia telah mengeluarkan surat edaran yang melarang umat Islam untuk melaksanakan shalat Idul Fitri dan Muslimah memakai jilbab. Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) juga berafiliasi ke Israel dengan bukti warga Tolikara dipaksa mengecat rumah dengan gambar bendera Israel dengan ancaman denda hingga pengusiran. Menghadirkan simbol-simbol asing yang dilakukan GIDI ini telah melukai rasa bernegar NKRI.
2.      Surat Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) adalah asli/ otentik dan ada. Sehingga harus diusut apa maksud dan motif  GIDI. Polisi harus memeriksa dan menjadikan tersangka penanda tangan surat tersebut.
3.      Patut diduga dua pendeta penandatangan surat GIDI adalah aktor intelektual di balik bencana sosial Tolikara.
4.      Seminar Internasional KKR tidak berizin, padahal dihadiri lebih dari 2.000 peserta, di antaranya dari Israel, Belanda, dan Papua Nugini.
 
Berdasarkan temuan Tim Pencari Fakta Komite Umat untuk Tolikara, maka dirumuskan rekomendasi sebagai berikut:
A.      Rekomendasi Komite Umat untuk Tolikara
1.       Masyarakat adat yang ingin hidup berdampingan dan penuh  toleransi harus dilindungi oleh undang-undang yang berlaku di NKRI. Masuknya GIDI dan otoritas kepemimpinanya telah merusak tatanan toleransi dan membuat masyarakat adat terusik.
2.      Mengembalikan peran adat sebagaimana fungsinya di tengah masyarakat dalam menjaga adat istiadat kebersamaan seluruh masyarakat yang ada di Papua, baik masyarakat asli maupun pendatang.
3.      Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.
 
B.      Rekomendasi Terkait Keberadaan GIDI
1.       Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia berat karena intoleran, membubarkan shalat Ied, dan terindikasi merongrong kewibawaan NKRI.  
2.      Temukan dan adili aktor intelektual yang menandatangani surat edaran larangan pelaksanaan shalat Ied dan melarang jilbab. Selama aktor intelektual belum diadili, maka rasa keadilan masyarakat tidak akan terpenuhi.
 

TPF KOMAT
 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun