Mohon tunggu...
Indra Agung Putrantoro
Indra Agung Putrantoro Mohon Tunggu... Musisi - Musician | Diploma in Optometry | History Education Department Student

Seorang penikmat musik dan sejarah yang santuy, no offense dan jangan terlalu serius dengan tulisan-tulisan dari saya.. Surel : indra.putrantoro@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jakarta dan Sekitarnya Banjir, Itu mah Biasa, Masa Iya?

2 Januari 2020   15:08 Diperbarui: 2 Januari 2020   16:02 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Si Black Mamba sempat mogok dan terjebak banjir di jalanan Jakarta pada tanggal 1 malam hari. (foto dokumentasi pribadi)

Pada saat malam pergantian tahun 2019 ke 2020 karena merasa bosan jika hanya berdiam diri saja di kost, maka saya memutuskan untuk iseng-iseng pulang dulu sebentar ke rumah orang tua saya di Puseur Budaya Sunda alias Kab. Sumedang. Besoknya pada tanggal 1 Januari pagi, karena pada tanggal 2 Januari saya sudah harus kembali bekerja saya kembali meluncur balik ke Ibukota bersama si Black Mamba (nama sepeda motor matic saya). 

Perjalanan dari Sumedang sampai dengan Karawang melalui jalur De Grote Postweg dilahap dengan sangat lancar walaupun ditemani derasnya curah hujan di sepanjang perjalanan namun di daerah-daerah yang saya lewati tersebut tidak mengalami kendala yang cukup berarti. 

Namun semua itu berubah dengan drastis ketika saya mulai memasuki Kab. Bekasi, Kota. Bekasi dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta dimana jalanan terendam banjir yang cukup variatif tingkat keparahannya, dari yang hanya sebatas mata kaki hingga setinggi paha orang dewasa hingga kedalaman 1 meter pun ada, sehingga lalu lintas kota dan aktivitas masyarakat pun otomatis terganggu. 

Di saat itu saya lalu berpikir, banjir di Jakarta ini kan sudah sering terjadi, pergantian Gubernur pun sejak Indonesia Merdeka kan sudah berkali-kali, kenapa tidak ada yang dapat melakukan inovasi yang out of the box sehingga semua ini bisa berakhir atau memang sudah tidak ada solusi lagi? Atau mungkinkah inikah pula penyebab ibukota akan segera dipindahkan ke pulau Kalimantan?

Jakarta pada Zaman Kekuasaan Kerajaan-kerajaan Terdahulu

Jika kita menelisik mundur kembali ke zaman kerajaan-kerajaan terdahulu yang pernah menguasai wilayah Jakarta (dahulu bernama Sunda Kalapa) seperti kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sunda, Kerajaan Padjajaran hingga terakhir Kesultanan Banten sebelum nantinya akan direbut oleh VOC (Belanda) tidak pernah mau menjadikan Jakarta sebagai ibukota ataupun pusat pemerintahan dari kerajaannya, walaupun memang benar adanya bahwa Kota Pelabuhan Sunda Kelapa selalu menjadi salah satu kota pelabuhan terbesar dan teramai yang dimiliki oleh kerajaan-kerajaan tersebut. 

Daerah dataran rendah yang banyak memiliki danau dan rawa-rawa sehingga bahaya ancaman banjir yang bisa datang mengancam sewaktu-waktu dan tiba-tiba disinyalir merupakan alasan kuat mengapa kerajaan-kerajaan diatas tidak mau menjadikan Sunda Kalapa sebagai ibukota atau pusat pemerintahan dari kerajaan-kerajaan mereka.

Terbukti pada tulisan yang tertulis di prasasti Tugu yang ditemukan di kampung Batutumbuh, desa Tugu atau yang sekarang menjadi wilayah kel. Tugu Selatan, Kec. Koja-Jakarta Utara yang ditulis pada pertengahan abad ke-5 masehi pada zaman kerajaan Tarumanegara bercerita tentang seringnya bencana banjir yang melanda Sunda Kalapa kala itu dan untuk mengantisipasi bencana banjir yang dapat kembali datang menyerang sewaktu-waktu maka Rajadirajaguru Jayasingawarman melakukan penggalian sungai Chandrabhaga di Bekasi dan kemudian dilakukan pula oleh penerusnya dengan melakukan penggalian sungai Gomati di Tangerang oleh Maharaja Purnawarman.

Jan Pieterzoon Coen, VOC dan Pemerintahan Kolonial Belanda

Pada awalnya Ibukota yang dipilih oleh VOC di kepulauan Nusantara adalah kota Ambon di kepulauan Maluku. Alasannya sederhana yaitu karena Ambon berada tepat di pusat wilayah dengan produksi rempah-rempah. Dimana rempah-rempah merupakan komoditas yang sangat berharga saat itu setelah jatuhnya Konstantinople ke tangan Kekhalifahan Turki Usmani (Ottoman) mereka memboikot suplay rempah-rempah ke kerajaan-kerajaan di Eropa. 

Pada tanggal 22 Desember 1607 Jan Pieterzoon Coen yang sudah lulus belajar ilmu dagang di Roma-Italia ikut berlayar berdagang rempah-rempah ke timur jauh hingga akhirnya berlabuh di Nusantara pada kapal Belanda yang dipimpin oleh Kapten Kapal Pieter Willemszoon Verhoeff. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun