Dulu saat masih kecil sempat bingung kenapa wajah pemain diberi cat wajah yang aneh dan ada campuran seram, unik tapi lucu. Namun nyatanya rias wajah inilah yang ikut membentuk personal branding mereka sebagai komedian di atas panggung.Â
I Nyoman Subrata alias Petruk ternyata adalah PNS di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bali yang berlokasi di Bali. Kepiawaan komedinya ternyata terinpirasi dari celetukan, tingkah laku hingga cara berpikir pasien di RSJ tersebut.Â
Tidak heran cara pembawaan komedi agak nyeleneh namun lucu. Unsur komedi yang diangkat pun cenderung ke aktivitas sehari-hari masyarakat Bali, budaya, serta anekdot lokal.Â
Mengingat ini merupakan pentas komedi daerah tentu bahasa pengantar pun menggunakan bahasa Bali.Â
Saya yang notabane-nya sering tinggal berpindah-pindah sejak kecil memang susah belajar bahasa daerah. Namun ketika menetap di Bali. Justru lawakan komedi ini menjadi media saya belajar lebih dalam tentang bahasa dan budaya Bali.Â
Meskipun bahasa yang digunakan adalah bahasa sehari-hari yang sederhana dan kadang diselingi candaan kasar namun membantu saya cepat menangkap isi cerita.Â
Hal lain yang begitu melekat dikarenakan pentas komedi ini seringkali ditampilkan di acara khusus seperti Pentas Kesenian Bali (PKB), hajatan Bali hingga di Bali TV sebagai TV lokal saat itu.Â
Bahkan berkat kepopuleran pentas ini pun mulai bermunculan versi CD untuk ditonton di rumah berulang kali.Â
Meskipun banyak lawakan yang bersifat dewasa dan kasar bukan berarti pentas ini tidak memiliki hal positif. Para pemain lain pun memiliki porsi adil dan merata dimana ada yang menembangkan lagu atau syair tembang Bali hingga menyampaikan pesan moral kepada penonton.Â
Alur cerita pun juga berkutat tentang kehidupan kerajaan Bali kuno sehingga generasi muda juga belajar banyak tentang hal-hal yang tidak diketahui selain mendengarkan lawakan khas Dolar dan Petruk.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!