Tuntutlah ilmu hingga ke negeri Cina
Pepatah ini tidak asing di telinga kita karena memberikan pemahaman bahwa sebisa mungkin kita mengejar ilmu dimana pun berada. Bahkan jika bisa raihlah pendidikan setinggi mungkin.
Saya pun sependapat dengan pepatah tersebut mengingat pada jaman sekarang pendidikan tinggi dapat membuka banyak akses kehidupan. Contohnya dalam dunia kerja mencantumkan pendidikan minimal sehingga bagi yang berada dibawah standar akan tidak diterima.
Namun tiba-tiba saya membaca postingan senior saya Ita Roihanah, seniorku waktu di kampus dulu. Dirinya memposting bahwa  Sukses di Kampus, Belum Tentu Sukses di Masyarakat.
Saya merasa postingan beliau sangat menginspirasi dan bisa menjadi cermin bagi kita khususnya yang saat ini beruntung bisa meraih gelar yang tinggi hingga perguruan tinggi.
Saya juga merasa bahwa tidak sedikit mereka yang bergelar sarjana, master, doktor hingga profesional yang dalam aktivitas sosialnya justru kurang memberikan kontribusi bagi masyarakat di sekitarnya.
Saya pernah membaca berita dimana seorang pria lulusan S2 dari kampus terkemuka mengalami depresi dan mengurung diri (anti sosial) karena tidak mendapat pekerjaan dan dianggap berprilaku menutup diri dari tetangga sekitar.
Apa menjadi faktor penyebab hal tersebut. Merangkum postingan senior saya. Ada beberapa hal yang tanpa disadari menciptakan kondisi tersebut.
1. Kurang mampu beradaptasi
Kita yang pernah mengenyam perguruan tinggi pasti paham kondisi tentang lika-liku kehidupan kampus. Terbiasa ngkos, bersaing dalam hal akademis, dan berpikir kritis.