Jika beberapa waktu lalu kita disuguhi tentang militansi Bonek yang nekat ke Jakarta agar status klub mereka Persebaya kembali diakui oleh PSSI, kini sepak bola Indonesia digemparkan oleh Arema Cronus yang akan meluncurkan buku tepat di ulang tahun ke 29.
Judul buku tersebut cukup menyita perhatian, tidak hanya Aremania, tetapi juga pemerhati sepak bola di Indonesia, terlepas dari apa yang ada dalam buku tersebut, hal itu bisa saja menjadi terobosan bagi klub-klub sepak bola di Indonesia dalam menandai setiap momen.
Bolehlah kita menandai sesuatu dengan pemotongan tumpeng atau kue tar, tapi sekejap saja saat hari sudah berlalu momen tersebut akan hilang dengan sendirinya. Namun, saat menandainya dalam sebuah buku, maka sampai kapanpun catatan-catatan tersebut akan selalu dikenang dalam sejarah.
Arema sendiri merupakan klub yang kaya akan masalah, Arema Indonesia yang dalam beberapa waktu lalu meluncurkan timnya seolah menjadi bayang-bayang bahwa persoalan dualisme belum berakhir.
Apa dengan peluncuran buku ini merupakan upaya Arema untuk buka-bukaan terhadap konflik yang belum selesai? Apapun itu, peluncuran buku yang dilakukan oleh klub sepak bola adalah cara kreatif yang pernah ada di Indonesia.