"Akan kutinggalkan rumah itu," katamu.
"Jangan lari dari medan jihad," ingatku, mengutip kalimat guru spiritualku.
"Ah, para pemulung itu begitu menderita. Mereka menggilas diri di rel kereta," katamu.
"Dan juga petani itu, begitu sengsara. Padahal, dia pejuang," tambahku.
Angan kita melayang ke batang-batang tebu,
mesjid-mesjid papan,
sungai-sungai kering,
sekolah-sekolah panggung,
lapangan bola,
dan perdebatan di ruang diskusi kita.
"Rakyat menyiapkan tangga untuk turunnya," katamu.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!