Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Rumah Seribu Pintu

30 Mei 2020   01:03 Diperbarui: 30 Mei 2020   21:03 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah seribu pintu | Photo by Mark Boss on Unsplash (unsplash.com/@vork)

Kelana tersihir. Ia buka semua pintu, sampai seribu. Ia tak temukan kudanya. Ia hanya melihat putri itu ada pada setiap pintu. Satu putri, seribu jumlahnya. Putri yang menanti. Putri yang menunggu. Bukan, ia bukan Putri yang memburu.

"Putri, tak kulihat kudaku."

Kelana tafakur. Untuk pertama kalinya ia merasa putus asa. Ia ingin membalikkan dunia, juga rumah itu. Tanpa sengaja, ia raba gagang pedang di pinggang dengan gigi gemeretuk.

"Sabarlah. Kau menatap terlalu jauh. Kau mencari di tempat yang salah. Tataplah aku. Percayalah. Hanya dengan nurani kamu bisa melihat kudamu.."

Kelana terkesima. Ia pejamkan matanya. Ia tuntun segala gerak dengan nafas jiwa. Pelan, dengan mata tanpa mata, ia dengar nyanyian rajawali. Ia dengarkan ringkik kuda. Juga, gelak tawa anak-anak. Ia berjalan, dengan mata terpejam, menuju suara-suara itu.

"Kesinilah, masuklah. Kami menunggumu. Sudah lama. Bertahun-tahun yang lalu.."

Ia buka matanya, ketika suara Putri terdengar lagi. Seekor kuda putih datang mengibaskan ekornya. Rajawali bertengger pada tangan seorang gadis kecil. Seorang putra duduk di atas kuda tanpa pelana itu.

"Ayah, kesini. Kami rindu. Mengapa ayah sering pergi?"
Sang gadis kecil, menyapa. Bersama anak kura-kura.

Di belakang rumah seribu pintu itu, terhampar padang rumput sabana, beserta bunga-bunga mawar merah. Putri duduk disana, pada sebuah ayunan, ditemani kitab-kitab perjalanan.

"Mereka anak-anakmu, Kelana. Kudamu yang menemukan, sebagaimana dulu ia menemukan rajawali. Sejak itu, ia tidak pernah mau beranjak, berhenti berpergian lagi denganmu. Putri itu, istrimu.."

"Bundaaaaaaa...!"
Kelana terpekik. Bundanya ada disana, bersama tongkat pemberiannya.
"Selamat datang, Kelana.."
"Putri, siapa namamu?"
"Ariadne. Kamu?"
"Thesus.."
Mendung tak lagi ada. Halimun sudah lama pergi.
***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun