Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Terawan Tak Tumbuh di Awan

20 Maret 2020   07:00 Diperbarui: 20 Maret 2020   07:06 1516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Langit Jakarta. DokPri

Bagi yang terbiasa dengan teori konspirasi, tentu lebih ‘segan’ kepada Achmad Yurianto, ketimbang respek kepada Terawan Agus Putranto

Yurianto adalah Juru Bicara Pemerintah yang ditunjuk langsung Presiden Jokowi untuk penanganan Covid19. Terawan merupakan Menteri Kesehatan RI yang ditunjuk menggantikan Nila Moeloek. Yurianto juga Pejabat Tinggi Madya (PTM) atau setara Eselon Satu dari Kementerian Kesehatan. Yurianto dan Terawan satu kantor. Paling tidak, sekali seminggu keduanya berada di ruangan yang sama dalam Rapat Pimpinan.

Pejabat eselon satu dalam politik dikenal sebagai “orangnya Presiden”. Sekalipun dipilih lewat Panitia Seleksi, penetapan Pejabat Tinggi Madya diputuskan Tim Penilai Akhir (TPA). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 177/2014, TPA terdiri dari Presiden sebagai Ketua, Wakil Presiden sebagai Wakil Ketua, dan Menteri Sekretaris Kabinet sebagai Sekretaris. 

Tiga Anggota Tetap terdiri dari Menteri Sekretaris Negara, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB), dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN). Satu Anggota Tidak Tetap adalah Menteri Teknis atau Pimpinan Instansi Pengusul.

Ya, sebut saja mereka sebagai Tujuh Mangku Negara. Atau dalam sistem Kerajaan Singosari atau Majapahit, juga dikenal tujuh pemangku kerajaan yang berperan secara tertutup dalam krisis atau transisi. Adityawarman, Maharaja Kerajaan Pagarruyung, adalah salah seorang pemangku itu.

Dalam perjalanan Pansel, jejak rekam setiap Calon Pejabat Tinggi Madya bukan hanya ditelusuri lewat jalur laporan masyarakat. Badan Intelijen Negara (BIN), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ikut dilibatkan secara tertutup. Tahapan Pansel sendiri terdiri dari pemenuhan syarat administratif, syarat jabatan, penyusunan makalah, wawancara, hingga assesment center.

BKN sendiri sudah punya Talent Pool terkait Pejabat Tinggi Pratama (PTP) dan Administrator. Mereka sudah melewati proses bertahap guna memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. PTP atau setara eselon dua dalam politik dikenal sebagai “orangnya Menteri” atau Kepala Instansi terkait. Pemilihan PTP sama sekali tak melewati TPA.

Penulis sering tergelak atau tertegun, kala membaca komentar atau analisis pengamat di media massa terkait para pejabat ini. Mereka dengan mudah melihat bahwa menteri tertentu berseberangan dengan presiden. Begitu juga dengan Kepala Daerah tertentu tak berkomunikasi dengan Pemerintah Pusat.

Bagi penulis, apabila pengetahuan dasar saja tak dimiliki, bagaimana bisa membuat analisa?

Adalah tahayul menyebut satu kementerian tertentu menjadi benteng oposisi terhadap Istana Negara. Bisa disebut logika kusir bendi ketika melihat lembaga-lembaga negara seperti DPR, BPK, dan sejenisnya sama sekali “terpisah” dengan lembaga kepresidenan. Atau, seolah Presiden dan Kabinet tak punya perpanjangan tangan dan jabatan di Kantor Gubernur. Padahal, cukup dengan membaca jenjang kepangkatan ASN di masing-masing organisasi pemerintahan itu.

Bila tak memiliki pengetahuan standar itu, tentu cukup membaca buku Dasar-Dasar Ilmu Politik Karya Prof Dr Miriam Budiardjo. Jelas-jelas ditulis dalam huruf tebal bahwa Indonesia tidak menganut teori pemisahan kekuasaan, melainkan teori pembagian kekuasaan. Pulau-pulau kuasa sama sekali tak ada, baik antar lembaga negara, apalagi antar pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah. Sistem unitarian berbeda dengan sistem federal atau quasi federal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun