Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Hikayat Partai Beringin, Kini...

25 Mei 2019   13:11 Diperbarui: 28 Mei 2019   08:31 2653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kinerja Partai Golkar dalam pemilu serentak 2019 ini berbuah manis. Partai ini langsung mencetak rekor, yakni pertama kalinya berhasil memenangkan kontestasi Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) Republik Indonesia (RI) yang diusung sendiri. Pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin berhasil mengumpulkan 85.607.362 suara. Suatu lonjakan dibandingkan dengan perolehan 70.633.576 suara yang diraih pasangan Joko Widodo - Muhammad Jusuf Kalla dalam Pilpres 2014.

Di luar itu, seperti sudah diprediksi oleh hampir semua lembaga survei, Partai Golkar meraih 17.226.789 suara dalam pemilu legislatif nasional. Angka itu berkurang dibandingkan dengan pemilu legislatif nasional 2014, ketika Partai Golkar berhasil meraup 18.432.312 suara. 

Konsekuensinya, Partai Golkar berada pada urutan ketiga peraih suara terbanyak, dikalahkan oleh PDI Perjuangan dan Partai Gerindra. Hanya saja, dalam perolehan kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Partai Golkar berhasil meraih 85 kursi berbanding Partai Gerindra yang hanya 78 kursi.

Sengitnya persaingan Pemilu Legislatif (Pileg), tercermin dari sejumlah Daerah Pemilihan (Dapil) yang tak menyisakan atau sedikit sekali memberikan pundi-pundi kursi kepada Partai Golkar.

Di DKI Jakarta, misalnya, Partai Golkar kehilangan 2 kursi (Jakarta 1 dan Jakarta 3). Partai Golkar juga tak mendapatkan kursi dari Dapil Maluku, Sulawesi Barat, dan Kalimantan Utara. Kehilangan satu sampai dua kursi juga dialami Partai Golkar pada sejumlah Dapil, termasuk di basis tradisionalnya: Jawa Barat dan Sulawesi Selatan.

Mayoritas analisa menyebutkan bahwa penurunan suara Partai Golkar terjadi akibat mengusung pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin yang notabene lebih identik dengan PDI Perjuangan dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Akan tetapi, data lapangan lebih berbicara banyak, yakni Partai Golkar justru kalah dari sesama rekan koalisi, yakni PDI Perjuangan dan Partai Nasdem, di Dapil tradisionalnya.

Saya sejak awal sudah "menghitung" bahwa apabila calon-calon legislator Partai Golkar setengah hati dalam mengusung pasangan Joko Widodo - Ma'ruf Amin, justru akan berdampak negatif kepada partai dan Calon Legislator (Caleg) yang bersangkutan. Minimal, dalam setiap daerah pemilihan, terdapat loyalis-loyalis pasangan Capres dan Cawapres Nomor Urut Satu. Dengan membaca data Pileg 2014 dan Pilpres 2014 secara "serentak" -- artinya mengabaikan sama sekali pemisahan waktu pemilihan tahun itu -- masih terdapat sejumlah pemilih Joko Widodo di dapil-dapil yang dimenangkan oleh pasangan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa.

Ambil contoh Sumatera Barat. Pemilih Prabowo - Hatta dalam Pilpres 2014 adalah sebanyak 76,9 %. Sementara, pemilih Jokowi-JK adalah sebanyak 23,1 %. Dalam pergerakan awal, saya optimis bahwa pemilih Jokowi-Ma'ruf Amin minimal 3 berbanding 7 pemilih Prabowo-Sandi.

Hanya saja, di tengah hingga akhir masa kampanye, pergerakan Jokowi-Ma'ruf makin kendor dan bahkan hilang tanpa jejak. Bukan saja dukungan 12 kepala daerah gagal dimaksimalkan, bahkan mereka muncul sebagai objek bully-an di daerah masing-masing. Sejumlah kepala daerah mengatakan kepada saya betapa mereka dengan mudah kanai pacaruik (kena umpatan) oleh anak-anak remaja di media sosial.

Saya tidak tahu, kenapa Sumatera Barat seperti sengaja ditinggalkan dalam agenda kampanye pasangan Jokowi-Ma'ruf. Kalau alasan utama berupa jumlah pemilih lebih sedikit dibandingkan dengan Kabupaten Bogor, misalnya, sungguh melupakan faktor etnografis dalam teori dasar basis politik. Sekalipun pemilih di Sumatera Barat sedikit, namun pengaruh diaspora Minangkabau berada di seluruh perkotaan di Indonesia dan luar negeri, terutama di area pasar dan pusat perbelanjaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun