Mohon tunggu...
Indra Joko
Indra Joko Mohon Tunggu... Administrasi - OK

Irfan Hermawan Setyadi

Selanjutnya

Tutup

Money

Ketua PPATK yang Baru, Strategi Jitu Jokowi Mengamankan Penerimaan Negara?

27 Oktober 2016   11:00 Diperbarui: 27 Oktober 2016   11:07 1068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Baru dua tahun rasanya tak cukup buat seorang Jokowi untuk dapat mengendalikan semua struktur negara yang seharusnya dapat dikuasainya sebagai RI 1. Jelas, seharusnya bisa memang dengan kekuasaan seorang presiden, tapi Jokowi memilih melakukannya dengan lembut, silent operation, meminimalkan kegaduhan utamanya kegaduhan politik. Tentu kita ingat di awal masa pemerintahannya Jokowi adalah presiden dengan sedikit dukungan di parlemen, bahkan membuat pendukungnya khawatir, dengan kondisi seperti itu apakah bisa lancar satu periode, apakah bisa lancar menjalankan program program pemerintah yang perlu bersinergi dengan DPR.

Tapi waktu membuktikan kalau presiden kita ini bukan presiden boneka biasa. Parlemen perlahan-lahan dikuasai, meski tidak mulus dan oleh lawan lawan politiknya dianggap menggunakan kekuasaan untuk memecah belah parpol lain. Tapi yang jelas hanya Gerindra dan PKS yang saat ini belum bisa dirangkul, atau memang tak perlu dirangkul. Setelah parlemen, kemudian militer, di kepolisian siapa yang sebelumnya kenal dengan Kabareskrim yang sekarang, siapa yang tak terkejut dengan ditunjuknya Tito sebagai Kapolri. Budi Gunawan pun dengan cerdik ditempatkan sebagai kepala BIN karena walaupun dia orang yang aman buat Jokowi, tak mungkin menjadikannya Kapolri karena riwayat konfrontasinya dengan KPK.

Rabu ini,  26 Oktober 2016, Presiden kembali melantik pejabat di sebuah lembaga yang memegang peran penting di bidang hukum dan ekonomi, PPATK. Dulu di awal pembentukannya PPATK ini seolah menjadi misteri, dengan data yang serba rahasia karena dibenturkan dengan rahasia perbankan. Tapi akhir-akhir ini lembaga ini menjadi demikian kuasa dengan suplai data ke pihak pihak penegak hukum, menjadikan banyak sasaran tembak terkena peluru tajam data transaksi dari PPATK.

Pilihan Jokowi jatuh pada sorang pejabat Kementerian Keuangan, Kiagus Ahmad Badaruddin. Tak banyak yang mengenal, karena selama ini Kiagus lebih banyak berkarier sebagai birokrat di Kementerian Keuangan, namun tidak begitu mengejutkan bagi pengamat yang mengerti bahwa selama ini Jokowi gemar menunjuk pejabat yang bukan siapa siapa, kecuali untuk alasan mempertahankan dukungan politik. Jelas Jokowi lebih nyaman dengan pilihannya sendiri. PPATK seperti halnya BIN bertanggung jawab langsung kepada presiden, bekerja untuk presiden, bersifat independen dan bebas dari campur tangan dan pengaruh kekuasaan mana pun.

Selama ini orang melihat peran PPATK sebagai pendukung dari unit penegak hukum lainnya seperti kejaksaan, kepolisan, dan KPK. Entah apakah PPATK ini mempunyai kewenangan untuk menjadi trigger dalam proses penegakan hukum namun pada akhirnya data PPATK menjadi senjata ampuh dalam penegakan hukum utamanya tindak pidana pencucian uang. Memang dalam Pasal 40 UU No. 8 Tahun 2010 fungsi PPATK adalah untuk pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain (''predicate crimes''). Namun ada satu hal yang selama ini terlewat atas kewenangan yang begitu besar PPATK terhadap data perbankan, yaitu optimalisasi PPATK untuk mendukung penerimaan negara.

Jokowi tentu paham, dalam dua siklus APBN selama pemerintahanya, penerimaan negara dalam situasi yang tidak menyenangkan. Penerimaan negara yang utamanya ditopang dari sektor pajak, tidak mencapai target. Pun di tahun ini, amnesti pajak, meski mendapat hasil yang menggembirakan, di akhir tahun proyeksi penerimaan APBN cukup mengkhawatirkan meski Menkeu melakukan efisiensi anggaran. Lupakan tentang target pajak yang dirasa kurang realistis, namun upaya mengamankan penerimaan negara sendiri terhambat oleh sinergi antar lembaga itu sendiri. PPATK sebagai penguasa data perbankan tentunya sangat efektif untuk dilibatkan dalam penggalian potensi perpajakan.

"Saya harapkan keduanya mampu menganalisis setiap transaksi yang ada dan mengevaluasi secara detail sehingga tahu transaksi yang benar atau tidak. Itu bisa berkaitan dengan terorisme, narkoba, atau perpajakan," kata Jokowi sebagaimana dikutip tempo.

Kiagus sebagai orang Kementerian Keuangan yang paham fiskal dan anggaran tentu diharapkan membangun sinergi dengan Kementerian Keuangan yang telah membangun kariernya dari pelaksana hingga puncak. Hubungan yang baik dengan mantan atasannya, Menteri Keuangan, tentu dapat menjadi modal bagaimana memanfaatkan PPATK untuk kepentingan penerimaan negara. Sesuatu yang selama ini tidak dimanfaatkan.

Perlu keberanian seorang Presiden untuk dapat mensinergikan PPATK untuk kepentingan pajak, mengingat di sektor ekonomi akan menimbulkan beberapa implikasi. Kegaduhan di sektor perbankan karena selama ini penggalian data untuk kepentingan perpajakan terhambat kerahasiaan perbankan. Kegaduhan pengusaha yang takut rahasia keuangannya terbongkar. Kegaduhan politik terkait kewenangan PPATK dalam suplai data.

Walau bagaimanpun, penunjukan Kiagus adalah angin segar dan strategi jitu dari presiden Jokowi. Bahwa kemungkinan presiden mulai serius melakukan pengamanan penerimaan negara melalui semua 'tangan-tangan'-nya setelah selama ini hanya lewat satu 'jari' setingkat eselon I pada Kementerian Keuangan. Lupakan tentang kegaduhan kegaduhan yang mungkin terjadi karena kesejahteraan rakyat lebih penting daripada kemungkinan pemakzulan karena defisit APBM melebihi yang diatur undang-undang. Lupakan saja, karena ketakutan-ketakutan hanya untuk mereka yang merasa bersalah. Tapi semua itu baru sebatas angin segar saja, selama sinergi PPATK dengan Kementerian keuangan masih biasa-biasa saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun