Mohon tunggu...
Indra Furwita
Indra Furwita Mohon Tunggu... Aircraft Engineer -

Aviation & Travel Enthusiast, juga berkarya di IG @FlightEnjoyneer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

TTM (Terima kasih, Tolong, dan Maaf)

2 Maret 2011   03:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:09 1108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beragam konflik sudah mendera negeri ini. Tidak terlepas dari sikap dan perilaku warga negaranya. Semua bisa saling menyalahkan dan merasa dirinya adalah yag paling benar. Melontarkan kritik lebih dominan dibandingkan menerima kritik. Kurangnya kesadaran akan toleransi dan tenggang rasa terhadap sesama, membuat bangsa ini seakan mudah terpecah belah oleh sedikit pemiocu saja. Aksi dan kecaman di sana-sini begitu mudah muncul di tengah kehidupan kita. Begitu mudahnya menilai dan menghakimi orang lain sampai kita dibuat lupa untuk mengintrospeksi diri. Sangat jarang kita berpikir, berencana hingga melakukan sesuatu atas dasar pemikiran yang matang. Sewaktu masih duduk di bangku Sekolah Dasar, kita pernah disuguhi mata pelajaran Tenggang Rasa, Lapang Dada, Saling Menghormati dll. Tapi seiring berjalannya waktu kita banyak mempelajari pengembangan ilmu pengetahuan yang sifatnya kompetitif. Minimnya pendidikan karakter, akhlak, dan moral adalah salah satu jawabnya. Sangat jarang kita berpikir untuk berbuat yang terbaik untuk sesama, justru mengutamakan kepentingan pribadi tanpa melihat dampaknya pada orang lain. Maka dari itu, setiap waktu kita perlu mengintrospeksi diri. Hakikatnya kita adalah makhluk sosial, saling memerlukan satu sama lain. Perlu interaksi positif sebagai sesama makhluk Tuhan. Dengan demikian seharusnya kita bisa menjadi pribadi yang positif dalam berpikir, bertindak dan berbicara. Banyak yang mengatakan bahwa berpikir positif akan mengurangi tingkat kekritisan kita dalam menilai sesuatu. TIdak sepenuhnya benar, justru dapat kita lakukan berbarengan. Dari penilaian saya pribadi, bahwa sebagai makhluk sosial interaksi sesama manusia turut menentukan kehadiran kita di dunia ini. Bagaimana kita beraksi akan menentukan bagaimana seseorang bereaksi sebaliknya. Sebagai sesama manusia, interaksi positif dan negatif kita hampir tak terbatas, mulai dari tolong menolong, saling memuji, saling menghormati,  saling mencela, bahkan sampai memicu pertengakaran. Maka dari itu, saya kira ada tiga hal yang perlu kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari, yakni Terimakasih, Tolong dan Ma'af (TTM). [caption id="attachment_91968" align="alignright" width="280" caption="Ilustrasi by daeng-nurek.blogspot.com"][/caption] Terimakasih Dari beberapa penelitian menyimpulkan bahwa manfaat dari ucapan sungguh besar. Beberapa diantaranya, oleh Florida State University, Tallahasse. "menyampaikan terima kasih bisa memperbaiki perilaku dalam hubungan antar-manusia". Sedangkan dari Psychological Science, "mengatakan "terima kasih" juga menguatkan hubungan dengan membuat orang yang menyampaikannya merasa lebih bertanggung jawab terhadap kesejahteraan pasangannya". Ucapan sederhana untuk diucapkan, tapi dibaliknya tersimpan nilai-nilai ketulusan. Tulus dalam menerima, tulus dalam memberi sesuatu dari atau ke sesama. Munkin sebagian sudah lupa, bahwa sejak kecil orang tua susah payah mengajarkan untuk selalu menggunakan tangan kanan dan mengucapkan terimakasih setelah menyambut pemberian dari orang lain. Sehingga terkadang kita lupa mengucapkan terimakasih lagi. Nampaknya juga ucapan terimakasih sudah mengalami pergeseran makna. Dari beberapa pengalaman, misal di swalayan. Tak jarang kasir hanya mengucapkan terimakasih tanpa menggambarkan arti dan nilai ketulusannya. Terkadang sebagian juga merasa gengsi dengan ucapan terimakasih. Sudah merasa diri adalah yang tertinggi, lalu merasa tak pantas untuk berterimakasih. Ucapan terimakasih adalah wujud menghargai orang lain, tak peduli status, pangkat, jabatan dan kekuasaan. Contoh kecilnya saja, setiap kali memarkirkan kendaraan seperti mobil. Biasanya tukang parkir memberikan prioritas pada mobil kita dengan menghadang kendaraan lain di jalan raya. Apakah sempat untuk mengucapkan terimakasih? Setidaknya dari pengamatan saya, jarang dan bahkan belum pernah ada dalam ingatan. Padahal itu adalah satu bentuk penghargaan atas jasanya, selain berupa uang. Padahal di sisi lain, ucapan terimakasih memiliki kesan yang mulia. Betapa bahagianya jika melihat orang di hadapan kita mengucapkan terimakasih dengan raut wajah yang tulus serta senyum yang manis. Begitupun sebaliknya, setiap orang dihadapan kita mengharapkan demikian. Apapun bentuknya, baik Terimakasih banyak, Matur Nuwun, Thank You, Arigatou, Danke dll, semata-mata menggambarkan ketulusan hati dan saling menghargai satu sama lain. Tidak ada kesan berlebihan sehingga pantas untuk kita semua mengucapkannya. Baik dalam tapa muka ataupun tidak. Salah satu contohnya dalam berkomentar pada salah satu tulisan, baik itu berisisi kritik "pedas" atau pujian, terimalah dengan ucapan Terimakasih.

"Terimakasih" "Terimakasih kembali"/ "Sama-sama" :)

Tolong Tolong menolong merupakan kewajiban bagi setiap manusia, dengan tolong menolong kita akan dapat membantu orang lain dan jika kita perlu bantuan tentunya orangpun akan menolong kita. Tolong menolong membawa kita untuk membina hubungan baik dengan semua orang. Sama pentingnya dalam memupuk rasa kasih sayang antar antar teman, antar rekan kerja, tetangga. Singkat kata tolong menolong adalah sifat hidup bagi setiap orang. Tapi apakah dalam praktiknya kita selalu menggunakan kata "Tolong" dalam setiap memerintahkan seseorang demi kita.  Seberapa seringkah kita mengucapkan kata itu ketika butuh jasa orang lain? Tak jarang hanya menyuruh bak pesuruh saja. Tanpa disadari dia adalah orang tua, kerabat, atau tetangga kita bahkan. Secara pribadi tentu merasa aneh ketika diperintahkan melakukan sesuatu dan terkesan memperbudak begitu saja, karena tidak ada kata tolong. Setidaknya itulah yang dipikirkan oleh sebagian orang yang terlupa mengucapkan terimakasih kepadanya. Salah satu pengalaman dari teman kost. Dia terburu-buru karena telah kuliah, akibatnya bindernya tertinggal di kamar. "Ko (EKo), ambilkan binder dong di kamar!" Perintahnya Bukankah itu hal yang tidak pantas? Terlebih Eko jauh lebih tua dibandingkan dengannya. Tidak ada maksud mempermasalahkan tapi sebagai contoh kecil saja. Karena mungkin anak kost lebih kental nuansa kebersamaannya. Hanya saja contoh kecil ini tidak baik bila dibudayakan. Alangkah harmonisnya jika dalam setiap pertolongan diawali dengan kata tolong.

"Tolong ambilkan baju saya dong!" "Tolong anterin saya dong Yank" "Tolong sampaikan pesan saya kepadanya ya?"

Maka dari itu, mari kita budayakan ''tolong'' dalam setiap kesempatan membutuhkan pertolongan orang lain. Semoga suatu saat kita bisa diperlakukan yang sama olehnya. Ma'af Sebagai manusia kita tentu pernah berbuat salah, entah sebesar apa kesalahan itu. Tapi masalahnya, apakah dalam setiap kesalahan itu kita selalu mengucapkan permohonan  ma'af? Ketika giliran kita yang merasa tersakiti, maka yang pertama kita tuntut adalah kata ma'af. Tanpa disadari kita pasti pernah melewatkan banyak kesalahan tanpa kata ma'af. Meminta ma'af adalah cerminan bahwa kita mengakui kesalahan, sehingga permasalahan dapat terselesaikan dengan singkat tanpa harus ke ranah hukum. Tapi sangat jarang ma'af menjadi solusi, lebih dominan melampiaskan amarah dan "main otot". Jadi tak heran jika, pengadilan pennuh dengan kasus-kasus yang tak perlu diselesaikan seperti itu, cukup dengan permohonan ma'af. Rasa gengsi dan memandang kedudukan satu sama lain salah satu penyebabnya. Merasa jabatan, usia dan kedudukan lebih tinggi, sehingga ma'af dirasa tak perlu malah sebaliknya. Belajar dari budaya Jepang, meminta ma'af digunakan untuk menunjukka rasa bersalah akan suatu hal dan menghindari bentuk perselisihan satu sama lain. Jika seseorang sudah meminta ma'af, maka dengan senang hati dima'afkan. Satu lagi budaya yang sering ditemui, ketika meminta ma'af mayoritas orang Jepang menundukkan badannya. Semakin Ia merasa bersalah maka semakin rendah pula Ia menundukkan badannya. Maka sebagai bangsa yang mengenal toleransi dan kebersamaan sepatutnya kita membudayakan ma'af setiap kali kita bersalah dan melukai perasaan orang lain. Memohon ma'af sama sekali tidak menurunkan harga, harkat dan martabat diri dengan orang lain, tapi justru mulia baik dari sesama dan di hadapan Tuhan.

"Saya mohon ma'af ya, kalau sudah banyak salah selama ini"

Saya rasa ketiga hal di atas adalah koreksi buat kita bersama utamanya saya pribadi. Berani menuliskan maka saya pun harus berani mengamalkan. Sedangkan Anda sebagai pembaca dianjurkan untuk turut serta, setidaknya memberikan manfa'at tersendiri -hehehe-. Sehingga kedepannya bisa bermanfaat dalam mendidik anak cucu kita. Tanamkan dulu pada diri sendiri barulah kita aplikasikan kepada generasi kita mendatang. Semua satu demi bangsa yang lebih baik. Sekian dan Terimakasih, Salam,

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun