Mohon tunggu...
Indra Agusta
Indra Agusta Mohon Tunggu... Wiraswasta - hologram-Nya Tuhan

Cantrik di Sekolah Warga, Suluk Surakartan dan Sraddha Sala

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Stratum

1 Agustus 2020   00:19 Diperbarui: 1 Agustus 2020   01:33 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mereka semua melingkar dalam satu lingkaran kecil, bukan karena tidak mau menerima orang luar, tetapi memang seperti ada seleksi alam yang mengeliminasi setiap kadar pemikiran seseorang. Mereka yang tidak mampu akhirnya hanya menjadi pencundang, pengekor dan medioker dari para wong ampuh ini.

Generasi pengekor ini yang berbahaya, tidak tahu dirinya akan kapasitas dan potensialitas, dijaman sekarang ketika panggung kekuasaan dan eksistensi material adalah puncak dari tujuan sebagian besar orang.

Banyak orang menjadi pemburu rente, pemburu keuntungan bermodalkan 'dekat' dengan manusia ampuh-ampuh tadi lalu di generasi selanjutnya mereka bertindak seolah sebagai orang ampuh tadi, padahal sama sekali kemampuan mereka bahkan tidak memenuhi syarat untuk dijadikan patron. Bisa dibayangkan pengekor manusia tidak capable tapi di beri kuasa ini tentu sangat berbahaya.

Akhirnya stratum dari garis lahir manusia menentukan betapa personalitas kemudian mempengaruhi pencapaian sebuah identitas, dan jika gelombang pengaruhnya besar mampu mencirikan sebuah entitas.

Transformasi privilege secara genetik, perluasan dan pembebasan akses ilmu pengetahuan, serta kesempatan -- kesempatan yang diberikan, juga sikap setiap individu akan pengalaman-pengalaman akan menentukan terbentuknya stratum secara alamiah.

Ketika jaringan terbentuk pada relasi mana mereka berdiri, jika pada kawanan yang saling memberi tentu akan sangat baik untuk jaringan tersebut, tetapi jika satu saja mulai mendominasi, progresinya akan negatif.

Jika teori ini benar dan mampu menangkap pola lebih luas, nampaknya personalitas dan stratum manusia ada harus menjadi sarana berbagi antar kepemilikan manusia. 

Progresi kecukupan dan kekurangan materi dan immateri saling tukar untuk saling melengkapi, saling menggenapi. Mereka yang kaya materi bisa tukar dengan kualitas kemampuan intelektualitas seseorang, mereka yang hanya punya sifat rajin dan teliti bisa saling bagi dengan pemilik modal, mereka yang berkemampuan pendek, punya talenta hanya satu dua bisa berbagi dengan fungsi talenta lain supaya lengkap dan genap.

Masalah kita sekarang ini kan karena hegemoni kapital dan standar upah yang layak adalah uang yang kemudian menggiring banyak orang untuk memenuhi kepentingan tren zaman. Sehingga mereka yang hanya berada ditengah, tak terlihat tak ayal hanya berposisi sebagai buruh dari sebuah kekuasaan, sikap lainnya tentu adalah antitesa dari kekuasaan yang juga membuat kekuatan tandingan entah berupa apa.

Tapi relnya tetap sama kepada ekstraksi sumberdaya manusia, memangkas waktu dan ide dari para medioker untuk tetap bertahan pada stratum yang mereka capai, kemudian diciptakan kebutuhan -- kebutuhan, lalu relasi kuasa yang mengendalikan pemenuhan kebutuhan berdasarkan prinsip ekonomi dan melanggengkan putaran baru materialisme.

Kemudian manusia membelok dari "garis yang ditentukan" berlomba-lomba mengikuti tren yang diwacanakan oleh arus jaman. Sebagian bisa sukses karena memang secara potensial mereka punya kemampuan untuk menuju level itu, sebagian lain hancur lebur dilumat habis oleh kepentingan, kebutuhan, gengsi, impian-impian yang sebenarnya juga mereka tidak butuh-butuh amat tetapi karena dorongan dari luar, dorongan dari masyarakat yang sudah terstigma oleh sebuah paradigma jaman, atau justru karena beragam kebuntuan-kebuntuan manusia mencari saluran dengan saling tuduh satu sama lain yang berakibat melumatnya pula rasa saling percaya, kemudian berlomba-lomba lagi pada hal-hal yang sebenarnya tak melulu dilombakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun