Mohon tunggu...
Indra Agusta
Indra Agusta Mohon Tunggu... Wiraswasta - hologram-Nya Tuhan

Cantrik di Sekolah Warga, Suluk Surakartan dan Sraddha Sala

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bunuh Diri, Efek Samping Sikap Bodo Amat

10 Juni 2020   18:55 Diperbarui: 10 Juni 2020   18:54 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Karena jangankan untuk memberi ruang bagi orang lain, mereka secara dinamika jaman terus menerus dituntut untuk 'kurang' maka terciptalah sebuah kondisi (pengkondisian) massa dan menjadi lebih abai kepada sekeliling.

Geliat lain tentu keengganan kita untuk mencampuri urusan orang lain, dikira caper, atau baper. Hari ini kita lebih jelas lagi dalam menghadapi setiap pertemuan haruslah karena alasan tertentu, proyek, atau sesuatu yang menghasilkan cuan lagi-lagi alasannya hanya keuntungan semata. 

Sehingga pertemuan untuk memberi asupan sosial kita tidak terpenuhi, bahkan mereka yang depresi terkadang hanya butuh ruang untuk diterima, dan tidak perlu berbicara apapun, perhatianmu yang sederhana bisa jadi menambah usia banyak orang, dan sebaliknya penolakan dan sikap acuhmu bisa membunuh orang. Sesederhana itu.

Memang tidak bisa diremehkan bahwa terlalu baik kepada setiap orang tentu akan punya beragam respon. Seorang yang altruis akan lebih sering mengalami hal ini, karena berartinya hidup adalah memberi dan membantu orang lain, namun tak jarang altruis dihantam pula oleh masalah. 

Niatan baik mereka diterima, dan orang lupa memberi timbal balik sebagai sopan-santun sosial. 

Setidaknya lingkar-lingkar dekat kita diperhatikan, kita tidak benar-benar tahu kapan mereka sakit, stres, depresi, bahkan kebanyakan juga tidak pernah terbuka karena masalahnya adalah masalah yang sangat privat. 

Lalu ruang-ruang harus kembali digelar, saya tahu betul setiap orang ingin menjadi 'perabot' ingin punya identitas jelas atas hidupnya sekarang, tetapi sisakan waktumu untuk membasuh, memberi cintamu kepada temen-temenmu, kepada orang yang kamu kasihi supaya mereka menjadi sedikit lega menghadapi kepenatan hidupnya.

Betapa sikap bodo amat! Ini kemudian disalahpahami sebagai tindakan atas nama individu yang egois. Berfikir bahwa semua manusia sedang punya masalah dan tak perlu membantu masalah orang lain, sikap-sikap ini kini tumbuh subur. 

Semacam paradigma klasik Orang-orang berkumpul ketika senang,  dan meninggalkan subjek ketika sedang kesusahan. 

Ya, tidak banyak kan yang mau berposisi puasa, untuk memberikan sedikit waktu, atensi, bahkan kebaikan untuk orang lain supaya banyak  orang bisa terus melanjutkan hidup, tanpa was-was dan terus membenci diri mereka sendiri dan hancur dalam kekalutannya.

Maka marilah menyempatkan waktu luang untuk menyapa, dan menanya kabar, siapa tahu mereka hanya butuh didengar supaya lega. Lalu sempurnalah cinta manusia seperti matahari, dan manusia meniada karena serpihan hidupnya kini berada direlung hati mereka yang sedang susah meskipun kita juga sama-sama susahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun