Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Kembang Gula

10 November 2022   10:11 Diperbarui: 13 November 2022   21:45 1092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cerpen Kembang Gula/ Mobil tua (Foto By 44833 Via Pixabay)

Suri bertanya, saat mengambil kembang gula yang kuberikan,"Said, kenapa kau dipanggil dengan nama itu? Bukankah namamu Sardi?"

"Dulu sewaktu aku bekerja di kapal dagang di Singapura, orang-orang Tionghoa mengira aku orang Arab, dan mereka salah melafalkan namaku," jawabku. 

"Lantas, kenapa kau bisa jadi penyelundup?" lanjutnya, sembari asyik menikmati kembang gula. 

"Hus, sebut saja pengusaha. Toh saat ini aku pun ikut berjuang, bukan," jawabku, seraya mencubit secuil kembang gula dari ujung bibir tipisnya.

Di bawah lembayung senja Jakarta, kami melanjutkan kebersamaan. Di dalam becak, kami melintasi kawasan Pancoran yang sepi. 

Para pemuda terlihat merobek poster"Kemenangan Nippon Jang Gilang Goemilang," di depan restoran yang telah lama tutup, lalu mereka mencoret tembok dengan tulisan "We Are Free Nation!"

Suri menahan tawa, dan melirik kepadaku. Kami teringat masa-masa di mana Nippon sangat berkuasa. Kami pernah menculik serdadu yang mabuk berat, sehabis pertunjukan. Dan besoknya, segerombol Kempetai menemukannya tengah meraung-raung dengan tangan terikat di dalam gudang. 

Dan tawa Suri akhirnya pecah, kala melihat seorang bocah gundul yang berlari sambil menangis di pinggir jalan. 

Kami tiba-tiba teringat peristiwa, saat seorang pegawai Sendenbu bernama Saito, dipukuli warga kampung sampai lari terbirit-birit, karena mencoba membubarkan layar tancap sendirian.   

Dua bulan berlalu setelah perjalananku di Malaysia. Bisnis barang mewah berganti bisnis penyelundupan senjata dari Johor. Usahaku semakin mudah, karena tentara republik sudah punya armada sendiri di Selat Malaka.

Di pagi yang dingin, kupacu Buick 1940 dari Marunda ke Kwitang. Tiba-tiba aku teringat akan Suri, dan berbelok ke arah Gambir untuk mencarinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun