Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Bisikan Gaib

9 Januari 2022   13:53 Diperbarui: 12 Januari 2022   00:31 2111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lukisan seorang lelaki terjatuh dari ketinggian (Gambar: Layers Via Pixabay)

Kata orang tua zaman dulu, apabila kita mengeluh, keluhan itu justru bertambah. Bukankah lebih baik mensyukuri apa yang kita punya. Meski seringkali kita mendengar, orang-orang mengumpat,"Sukurin!" 

Pukul tiga dini hari, Kasiman terperanjat. Ia terbangun dari tidurnya. Tubuhnya gemetar. Keringat dingin mengucur deras. Nafas memburu, bak pelari maraton di garis finis. Namun tatapannya hampa. 

Dua malam berturut-turut, ia bermimpi didatangi mendiang istrinya. Meski telah memenuhi pesan terakhir almarhumah. Namun teror berupa mimpi, dan bisikan gaib terus menghantui. 

Di pagi hari, Kasiman terkulai lemas. Ia tak dapat memejamkan mata merahnya. Bibir komat-kamit, meracau, dan merapal do'a. Namun pikirannya terbang entah kemana. 

Aku sudah berhenti berjudi, dan aku juga sudah berhenti mabuk-mabukan, Tumini!

Teriakan Kasiman menggetarkan dinding kamar yang kusam. Meledak-ledak, lalu tiba-tiba hening. Hal itu, mengangetkan siapapun yang melintas di depan rumah. 

Namun para tetangga sudah mafhum. Mereka paham, Kasiman belum sanggup beranjak dari kesedihan, dan penyesalan, akibat kehilangan istri tercinta. Meski pun peristiwa itu telah lama berlalu.  

Nasib miris yang dialami Kasiman, pada awalnya dipandang sebagai azab. Kegemaran berjudi, mabuk-mabukan, dan main perempuan, bermuara pada kekerasan dalam rumah tangga. 

Hal itu sudah menjadi pemandangan biasa, saat para tetangga melerai pertengkaran mereka. Pemicu sepele soal masakan, uang dapur, dan pulang malam. Hingga persoalan momongan yang belum hadir, menjadi duri dalam daging. 

"Tumini! Maafkan aku!" Tangis Kasiman pecah. 

Hingga seutas sinar menerobos dari langit-langit di kamar berdebu, kotor, dan berantakan. Kasiman pun sekuat tenaga membebaskan diri dari ranjang reyot yang tak berhenti berdecit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun