Clara seakan mengerti bahasa tubuh. Ia merogoh tas kecil, mencari receh dengan jemari lentiknya. "Recehan habis, Sayang," bisik Clara.Â
Kata "sayang" perdana yang keluar dari bibir Clara, sungguh berkesan. Terlebih saat melihat gelagat petugas parkir yang sudah tak sabar. Herman hampir putus asa.Â
Tiba-tiba, seorang petugas kebersihan datang menghampiri. Menatap Herman seolah melihat teman lama. Merogoh kantungnya. Dan memberikan uang sejumlah dua ribu rupiah kepada petugas parkir.Â
"Hati-hati di jalan, Mas," ucapnya.Â
Senyum Herman terkembang. Di antara bingung dan bersyukur. Ia memacu motornya dengan nafas lega. Kian berbunga-bunga. Clara mencengkeram pinggangnya dengan mesra.Â
Clara semakin yakin pada kebaikan hati lelaki pilihan. Mengabaikan tudingan miring tentang Herman yang terkenal pelit dan perhitungan.Â
Bahkan malam ini, ia menyaksikan sendiri. Herman membayar tiket komidi putar untuk seorang anak kecil yang tak dikenal. Dan bagaimana mungkin orang yang terkenal kikir, mendapatkan balas jasa dari seorang petugas kebersihan.Â
Sepeda motor melaju meninggalkan pasar malam. Dan perlahan hilang, ditelan terang lampu lalulintas kota. Malam bercahaya untuk Herman dan Clara.Â
"Siapa sih itu, Mang Ojak?" tanya Petugas Parkir.Â
"Itu orang baik. Minggu lalu, dia yang bayarin utang saya di warung nasi Mpok Minah."
Mang Ojak mengingat-ingat peristiwa minggu lalu. Seorang lelaki memarkirkan motor tergesa-gesa. Di depan warung nasi milik Mpok Minah.Â
Ia memesan lauk yang biasa tertera di menu restoran cepat saji. Meski akhirnya, dihidangkan makanan ala kadarnya.Â