Suasana terlihat sepi. Raja Mahaseru berjalan mengelilingi setiap sudut istana. Dengan nafas terengah-engah, mencari dayang, pelayan dan abdi. Dan ia tidak menemukan siapa-siapa.Â
Bahkan Kuda dan binatang peliharaan raja, sudah tak ada lagi di kandangnya. Istana megah kini kosong melompong. Kesunyian menghantui. Raja Mahaseru mulai cemas.Â
Raja Mahaseru merasa lapar. Ia pergi ke dapur istana dan tidak menemukan bahan makanan. Ia semakin cemas dan akhirnya menangis. Menahan lapar dan kelelahan.
Hingga ia memutuskan untuk keluar istana untuk pertama kalinya. Meminta rakyatnya membantu dan berharap mereka mau mengabdi kepada raja. Ia berdiri tegak dan mulai melangkah.Â
Raja Mahaseru berjalan meninggalkan istana. Menatap ke depan dan melihat sebuah perkampungan. Tidak jauh dari istana megahnya. Di antara kesal dan heran. Ia merasakan sesuatu yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Lelah.Â
"Kenapa rumah-rumah rakyatku, begitu kecil dan kumuh." ucapnya dalam hati.
Penduduk melihat raja Mahaseru dengan tatapan aneh. Lelaki dengan pakaian mewah, berjalan sendiri dan terlihat lelah. Diantara mereka, tidak satu orangpun yang mengenal rajanya.Â
Karena merasa kasihan. Mereka memberi raja makanan. Membiarkannya duduk di balai bambu dan mengajaknya berbincang. Raja yang lapar, akhirnya mendapatkan makanan.Â
Meski dirasa tak memuaskan. Ia terpaksa menelan semua makanan. Di dalam hatinya, ingin menghardik rakyat yang tak mengenali. Namun ia tengah kehilangan suara dan kelelahan. Niat itu, ia urungkan seketika.Â
"Siapa kamu sebenarnya, Tuan? Pakaian mewahmu, terlihat lusuh dan kotor."Â
Raja Mahaseru tidak dapat menjawab. Ia hanya bisa mengangguk dan menggeleng. Iapun menunjuk-nunjuk ke arah istana. Namun rakyatnya tidak mengerti bahasa isyarat.Â